🖋️ Husein Alkaff
ICC Jakarta – Perlu dijelaskan terlebih dahulu bahwa ketika saya menyebutkan empat tokoh sayyid yang dewasa ini memimpin umat Islam, saya tidak bermaksud ingin melebih-lebihkan para sayyid. Saya sekedar ingin menyatakan bahwa kehadiran mereka di tengah umat Islam benar-benar mengundang decak kagum yang luar biasa, dan karisma mereka begitu besar.
Hal itu sebuah fakta yang nyata dan disaksikan oleh mata kita dan mata dunia. Kemudian, sudah barang tentu, dari fakta ini tidak bisa ditarik kesimpulan bahwa semua keuturunan Nabi saw. atau sayyid itu baik dan benar, karena terkadang suka ada celotehan yang menyatakan bahwa banyak dari keturunan Nabi saw. yang tidak baik dan tidak benar. Saya katakan bahwa dua hal itu sama-sama fakta dan benar adanya. Namun perlu saya katakan pula, bahwa meskipun jumlah keturunan Nabi saw. yang baik dan benar lebih sedikit dari orang-orang baik dan benar yang bukan dari keturunan Nabi saw., namun sejarah mencatat bahwa pengaruh mereka yang lebih sedikit itu justru melebihi pengaruh orang-orang baik dan benar dari selain keturunan Nabi saw. Juga kebaikan mereka seakan-akan menutupi keturunan Nabi saw. yang tidak baik dan tidak benar.
Dewasa ini terdapat empat sayyid yang memimpin sebagian umat Islam dunia. Dari waktu ke waktu, mereka menunjukan jati diri mereka sebagai pewaris darah suci Nabi Muhammad saw. Mereka berhasil mencerminkan begitu mempesona secuil dari kemuliaan dan kesucian leluhur mereka.
Mereka hadir sebagai sosok pemberani, bersahaja, zuhud, berwawasan keagamaan yang luas dan mampu menghadirkan nyaris secara sempurna ajaran leluhur mereka. Mereka benar-benar manusia yang disegani dan dihormati kawan serta ditakuti lawan.
Menurut subyektifitas penilaian saya, mereka termasuk bagian dari permohonan Nabi Ibrahim as. yang dikabulkan oleh Allah swt. untuk keturunannya,
“ Tuhanku, sungguh aku telah menempatkan sebagian keturunanku di sebuah lembah yang tidak memiliki tumbuh-tumbuhan di samping rumahMu yang mulia,. Tuhanku, agar mereka mendirikan solat. Jadikanlah hati umat manusia mencintai mereka dan berilah mereka buah-buahan agar mereka bersyukur ( Ibrahim 37)
“ Tuhanku, jadikanlah aku dan sebagian dari keturunanku orang-orang yang mendirikan solat, Tuhanku, kabulkanlah doaku” ( Ibrahim 40)
Empat sayyid pemimpin dunia itu adalah Sayyid Ali Khamenei, Sayyid Ali Sistani, Sayyid Hasan Nasrullah dan Sayyid Abdul Malik al Houthi.
Saya tidak akan menceritakan kehidupan mereka kecuali beberapa hal yang menunjukan jati diri mereka sebagai pewaris darah suci Nabi saw. Saya ingin menceritakan sekelumit dari tetesan-tetesan darah yang mulia dan suci para leluhur mereka yang ada dalah diri mereka.
Sayyid Ali Khamenei
Misalnya, Sayyid Ali Khamenei, pemimpin spiritual Syiah yang dikenal sebagai Wali Faqih, hingga saat ini tidak memiliki rumah. Rumah yang ditempatinya bukan miliknya. Sering tampak di depan kamera, kita melihat beliau memakai sepatu yang bolong-bolong. Rutinitas beliau selain mengurus urusan sosial-politik nasional maupun internasional yang begitu rumit dan bertumpuk-tumpuk, beliau selalu mengunjungi para keluarga syuhada dan orang-orang cacat karena perang, baik dari kalangan Muslim maupun non Muslim.
Dalam kunjungannya itu, tidak jarang dari mereka yang dikunjunginya menangis terharu, bahkan beliau tidak segan-segan menyuapi kue kepada ayah seorang syahid non Muslim sembari meminta doa kepada mereka agar menjadi syahid.
Saat yang sama, beliau seorang yang tegas dan menolak kompromi dengan Amerika yang diyakininya sebagai Setan Besar. Di tengah hegemoni Barat, beliau hadir menjadi jantung yang mengaliri spirit dan inpirasi bagi kelompok-kelompok perlawanan terhadap Amerika dan Israel yang berada di Irak, Lebanon, Yaman, Bahrain dan Suria bahkan beberapa negara di Amerika latin
Sayyid Ali Sistani
Beberapa minggu lalu, media internasional terperangah dengan kesederhanaan Sayyid Ali Sistani saat menemui tamu besar, Paus Fransiskus. Tamu yang datang dari belahan dunia yang kontras dengan tempat kediaman beliau.
Kita semua tahu kediaman Tamu besar itu, yakni istana kepausan Apostolik di kawasan Basilikia yang super megah di Vatikan itu. Tamu besar itu ditemui oleh beliau di sebuah ruangan yang luasnya kira-kira 6m x 6m tanpa ornamen sedikit pun. Untuk menemui beliau, Tamu itu berjalan kaki melalui lorong kecil, dan saat memasuki kediaman beliau, tamu dan para pendampingnya melepaskan alas kali. Ternyata melepaskan alas kaki adalah permintaan beliau sendiri sebagai syarat untuk menemui beliau.
Sekedar tambahan, beliau menerima semua tamu dari berbagai kalangan, termasuk penulis, di tempat yang sama, dengan cara yang sama dan sikap yang sama.
Manusia dengan segala status sosialnya yang berbeda-beda di mata beliau sama dan tidak berbeda sama sekali. Seakan-akan beliau ingin mengajarkan kepada mereka tentang hakikat dunia yang hanya sebuah permaian (game) yang akan berakhir.
Sayyid Ali Sistani benar-benar sosok yang jauh dari hiruk pikuk dunia yang menyesakkan, jauh dari kehidupan materialistik dan konsumeristik dan jauh dari ambisi mengejar popularitas dan kekuasaan. Meski demikian, dari ujung gang kediamannya itu, suara dan sikap beliau sampai ke manapun di dunia termasuk kepada para pengambil kebijakan yang berpengaruh di dunia (stakeholder).