ICC Jakarta – Peradaban Islam di sepanjang sejarah telah melahirkan para elit intelektual yang meninggalkan karya-karya berharga, memainkan peran kritis, dan memiliki kontribusi yang luar biasa di berbagai disiplin ilmu pengetahuan.
Faktanya, kemajuan peradaban Islam didorong oleh kerja keras dan sumbangan para insan unggul yang bangkit dan mengukir sejarah. Para elit intelektual tidak berbuat semata-mata untuk kepentingannya sendiri. Mereka adalah orang-orang pilihan yang memiliki motivasi untuk melayani, bukan mengejar kekuasaan. Banyak dari mereka, karena berbagai alasan, memiliki rasa cinta kemanusiaan yang tinggi dan menikmati pengabdian yang tulus dengan dukungan agama.
Salah satu karakteristik Revolusi Islam Iran – sebagai revolusi berbasis agama – adalah menciptakan para elit intelektual dan pahlawan yang tak terhitung jumlahnya, dan jumlah mereka semakin bertambah seiring dengan bertambahnya usia revolusi ini.
Sejak awal kemenangan, perkembangan ilmu pengetahuan mendapat tempat yang tinggi dalam cita-cita Revolusi Islam dan pemikiran pemimpinnya, Imam Khomeini ra, karena peristiwa besar ini berusaha memenuhi salah satu tuntutan bersejarah bangsa Iran yaitu mencapai pembangunan dan kemajuan, dan hal ini tidak mungkin tercapai kecuali dengan bertumpu pada ilmu pengetahuan.
Revolusi Islam, dengan identitas religius, ilmu pengetahuan, dan kewajiban menuntut ilmu dari satu sisi, dan membangun independensi dan rasa percaya diri di sisi lain, merupakan bagian yang tak terpisahkan dari sistem nilainya. Kewajiban menuntut ilmu dan kebutuhan akan sains untuk kemandirian dan kemajuan bangsa, telah menciptakan kondisi yang tepat untuk meraih kemajuan ilmu dan budaya ilmiah di tengah masyarakat Iran.
Program kegiatan ilmiah Iran tidak terbatas pada sains dan teknologi, tetapi juga mengejar kemajuan pengetahuan dan mendidik para ilmuwan dan elit intelektual di segala bidang, termasuk militer, budaya, politik, sosial, dan bidang-bidang lain.
Setelah Imam Khomeini ra wafat, Ayatullah Sayid Ali Khamenei menganggap para elit intelektual sebagai andalan dan tumpuan masyarakat, dengan kata lain, “aset spiritual masyarakat.” Jelas bahwa aset spiritual tidak bisa dinilai dengan kekayaan materi. Sejalan dengan itu, kekayaan spiritual ini menemukan nilai yang sangat tinggi, meskipun ilmu dan keahlian seseorang akan menjadi poin pembedanya dengan orang lain dan sarana untuk mewujudkan kehidupan yang sejahtera.
Ketika usia Revolusi Islam belum genap satu tahun, Presiden Irak Saddam Hussein menginvasi Iran dengan slogan tiga hari penaklukan dan meluncurkan perang yang tidak seimbang ke Iran selama delapan tahun. Fenomena langka dalam perang ini adalah partisipasi banyak anak muda yang meninggalkan bangku sekolah dan universitas, mereka bergegas ke medan perang atas perintah Imam Khomeini.
Selama perang ini, muncul para pemuda pemberani di mana masing-masing memiliki semangat iman, jihad, dan perlawanan yang luar biasa. Di masa sulit akibat perang yang dipaksakan ini, mereka telah mengawinkan antara ilmu pengetahuan dan iman sehingga negara – dengan segala keterbatasannya – mampu menghadapi pasukan Saddam yang mendapat dukungan dari Timur dan Barat.
Pada tahun yang sama, para elit universitas meluncurkan gerakan jihad ilmiah untuk menciptakan kemandirian negara. Setelah perang berakhir, generasi muda Iran – dengan dukungan Pemimpin Besar Revolusi – mampu mencapai jenjang kemajuan dan membawa Revolusi Islam melewati jalan terjal.
Para elit intelektual Iran di bawah sistem revolusioner, tidak hanya mengejar aspek teknologi saja, tetapi mereka juga menjadi pelita bagi banyak kemajuan di bidang budaya dan sosial, seperti menghidupkan gerakan jihad ilmiah dan budaya di universitas-universitas.
Sebelum Revolusi Islam, Iran tidak memiliki lembaga yang memayungi para elit intelektual. Namun, pasca revolusi khususnya dalam dua dekade terakhir, Pemimpin Besar Revolusi Islam atau Rahbar Ayatullah Sayid Ali Khamenei, mengambil langkah-langkah seperti membentuk lembaga untuk menjaring dan mendukung para elit intelektual. Rahbar memainkan peran penting dalam menghidupkan gerakan dan kebangkitan ilmiah di Iran.
Republik Islam mendirikan Iran National Elites Foundation pada tahun 2006 sehingga kapasitas ilmiah para elit intelektual dapat diarahkan untuk pembangunan negara dan mewujudkan gerakan revolusioner ke arah produksi pengetahuan. Saat ini lebih dari 12.000 elit intelektual dan pemilik talenta terbaik dibina dan didukung oleh Iran National Elites Foundation.https://media.parstoday.com/video/4bxx4a7f9535731sywh
Rahbar menganggap salah satu tugas penting para elit intelektual Iran adalah berperan untuk mematahkan monopoli di bidang ilmu pengetahuan global. Rahbar menilai bahwa untuk mewujudkan Iran yang kuat dan religius, negara harus mendidik generasi yang berani, pintar, berperadaban, inovatif, visioner, dan percaya diri. “Mereka harus menyiapkan dirinya untuk tujuan ini dan bergerak secara serius, dengan kata lain menjadi pemuda yang revolusioner. Para pemuda berprestasi adalah motor penggerak generasi seperti itu,” tambahnya.
Pelaksanaan lebih dari 10 pertemuan dengan para elit intelektual setiap tahun dan pertemuan mingguan secara rutin dengan mereka, merupakan bukti atas perhatian besar Ayatullah Khamenei atas kemajuan ilmiah. Rahbar percaya bahwa mengidentifikasi, membina para elit intelektual, dan menempatkan dalam sebuah kelompok yang saling terkait, dapat menciptakan lompatan dalam pembangunan dan kemajuan di Iran.
Berdasarkan statistik yang diterbitkan sebelum Revolusi Islam, Iran sama sekali tidak memiliki ilmuwan top dunia, tetapi pada 2016, menurut situs internasional yang kredibel, Web of Science, Iran memiliki 208 ilmuwan hebat yang namanya berada di antara satu persen para ilmuwan top dunia. Pemeringkatan ini didasarkan pada jumlah makalah ilmiah yang diterbitkan dalam 10 tahun terakhir di 22 bidang studi. Namun, para guru besar hauzah ilmiah dan pakar ilmu-ilmu keislaman tidak dianggap dalam kelompok ini.
Selama bertahun-tahun, para ilmuwan muda Iran telah menciptakan berbagai inovasi dan pencapaian di berbagai bidang sains, termasuk sel punca, nanoteknologi, bioteknologi, nuklir, teknik, dan cabang-cabang lain.
Musuh-musuh revolusi khususnya Amerika Serikat, mencoba menghalangi kemajuan dan pertumbuhan ilmu pengetahuan Iran. Mereka menggunakan tuas tekanan, termasuk sanksi di bidang ilmiah dan teknologi untuk mengisolasi Iran dan menciptakan ketergantungan. Sanksi merupakan tantangan besar bagi para elit intelektual untuk membuka jalan baru, belum lagi jumlah sanksi terus bertambah dari hari ke hari, namun mereka berhasil membuktikan potensinya.
Sistem hegemoni selalu berusaha untuk merampas aset yang sangat berharga ini dari tangan bangsa-bangsa dengan tujuan memonopoli sains dan teknologi. Mereka ingin memonopoli sesuatu yang bisa mendatangkan kekayaan dan kekuatan.
Pembunuhan para elit dan tokoh nasional Iran merupakan salah satu cara kekuatan hegemoni untuk menghancurkan harta karun ini dari sebuah bangsa. Hari ini, tujuan musuh dari meneror ilmuwan nuklir dan elit militer Iran adalah untuk menghentikan Revolusi Islam.
Pembunuhan tokoh hebat Iran di Baghdad, seperti Jenderal Qasem Soleimani, dan ilmuwan lain seperti Syahid Mohsen Fakhrizadeh, bertujuan untuk menghentikan cita-cita luhur Revolusi Islam. Di awal kemenangan Revolusi Islam, musuh membunuh tokoh-tokoh seperti Syahid Muthahari, Mufatteh, Beheshti, Rajaei, Bahonar, dan lain-lain dengan tujuan menghentikan gerakan revolusi, dan sekarang mereka ingin mengulangi cara yang sama.
Namun terlepas dari semua konspirasi, Republik Islam Iran kini mengambil langkah cepat di bidang riset untuk mencapai pembangunan yang berkelanjutan. Para peneliti dan ilmuwan Iran – tanpa ketergantungan pada negara maju – telah mengukir prestasi besar di berbagai bidang sains seperti, produksi sel punca, kloning, energi nuklir, dan nanoteknologi.
Salah satu karya ilmiah terbaru yang ditorehkan oleh para ilmuwan Iran adalah memproduksi vaksin virus Corona dan alat-alat yang diperlukan untuk penanganan pandemi ini.
Sumber: Parstoday