ICC Jakarta – Salah satu konsep umum dalam akhlak islami yang menyoroti sebuah sifat kejiwaan dan penjelas hubungan khusus antara manusia dan Tuhan disebut sebagai tawakkal. Tawakkal adalah sebuah kedudukan di antara pelbagai kedudukan para salik kepada Allah Swt dan sebuah makam dari makam-makam para ahli tauhid serta merupakan tingkatan tertinggi derajat ahli yakin.
Tawakkal adalah penyandaran dan kemantapan hati seorang hamba dalam segala urusan kepada Allah Swt. Menyerahkan segala urusan kepada Allah Swt dan bersandar sepenuhnya kepada daya dan kekuatan Allah Swt.
Rasululah Saw bersabda, “Aku bertanya kepada Jibril, “Apakah tawakkal itu?” Ia menjawab, “Pengetahuan terhadap kenyataan ini bahwa makhluk tidak akan mendatangkan kerugian juga tidak mendatangkan keuntungan dan bahwa Anda tidak menaruh harapan terhadap apa yang ada di tangan manusia. Tatkala seorang hamba sudah seperti ini maka ia tidak akan bekerja selain untuk Allah Swt dan tidak berharap kepada selain Allah Swt. Kesemua ini merupakan hakikat dan rahasia tawakkal.
Sifat mulia ini akan dapat diperoleh apabila manusia tatkala mengerjakan sesuatu di alam eksistensial ini maka ia harus memandangnya dari sisi Allah Swt dan tiada satu pun kekuatan yang berkuasa kecuali kekuatan-Nya. Tiada daya dan kekuatan selain melalui-Nya. Apabila seseorang benar-benar memiliki keyakinan seperti ini maka dalam dirinya ia bersandar kepada Allah Swt dan berserah diri sepenuhnya kepada-Nya.
Akan tetapi hal ini merupakan tingkatan tertinggi tawakkal. Tawakkal memiliki beberapa tingkatan:
A. Selemah-lemah derajat tawakkal adalah bahwa manusia penyandaran manusia kepada Tuhan seperti penyandaran kepada wakil dalam kasus peradilan yang dihadapi. Dalam tingkatan ini, yang paling menonjol adalah memandang bagaimana urusannya dapat segera selesai.
B. Kondisi medium: Tidak mengenal selain Allah dan tidak berlindung kepada selain-Nya. Seperti ketergantungan BALITA kepada ibunya. Dan hal ini merupakan derajat pertengahan tawakkal.
C. Derajat tertinggi tawakkal adalah sebuah kondisi dimana seseorang melihat dirinya seratus persen bergantung kepada Allah Swt laksana seorang mayat di hadapan orang yang memandikannya.
Poin yang harus mendapat perhatian adalah bahwa tawakkal kepada Allah Swt tidak menjadi penghalang berperantara kepada sebab-sebab; karena dunia material adalah dunia sebab-akibat. Setiap ada dan tiada, eksisten dan non-eksisten memiliki sebab naturalnya masing-masing. Namun seluruh sebab ini berujung dan berakhir pada satu Sebab dan Sumber Pertama. Seluruh sebab dan akibat ini mengerjakan segala tugasnya sesuai dengan titah dan perintah Allah Swt.
Tawakkal sebagai salah satu tipologi terpuji dan utama disebutkan pada ayat-ayat dan riwayat yang akan kita singgung sebagian darinya di sini sebagai contoh:
“Dan hanya kepada Allah hendaknya kamu bertawakal, jika kamu benar-benar orang yang beriman.” (Qs. Al-Maidah [5]:23)
“Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakal kepada-Nya.” (Qs. Ali Imran [3]:159)
“Dan barang siapa yang bertawakal kepada Allah, niscaya Allah akan mencukupkannya.” (Qs. Al-Thalaq [65]:3)
Sementara dalam penjelasan hadis disebutkan bahwa Imam Baqir As bersabda, “Barang siapa yang bertawakkal kepada Allah Swt tidak akan terdominasi dan barang siapa yang berlindung kepada Allah Swt tidak akan pernah kalah.
Imam Ali As bersabda, “Tawakkal kepada Allah Swt media penyelamat dari segala jenis keburukan dan terjaga dari segala jenis musuh.”
Dari apa yang diuraikan di atas menjadi jelas bahwa tawakkal merupakan salah satu sifat utama akhlak dan salah satu obyek (mishdâq) akhlak.[]