ICC Jakarta – Mengimani sesuatu adalah sebuah tindakan meyakini apa yang kita anggap ada. Anggapan adanya sesuatu akan membuat kita bertindak berbeda dengan menganggap ketidakberadaannya. Seperti halnya meyakini keberadaan Tuhan yang bersifat metafisik dengan segala pembuktian ontologis yang telah kita ketahui argumentasinya, maka secara aplikatif tentu kita akan mengikuti perintah Tuhan. Dengan demikian, tindakan patuh terhadap perintah dan larangan Tuhan didasari oleh keyakinan kita akan keberadaanNya.
Salah satu perintah Tuhan untuk ditaati ialah, perintah untuk meyakini adanya kehidupan setelah kematian. Kehidupan setelah kematian seringkali dipahami sebagai peristiwa yang akan terjadi di masa depan atau nasib akhir umat manusia yang dikenal dengan kiamat disebut dalam istilah Yunani dengan eschatos berarti terakhir dan kemudian menjadi satu pembahasan keilmuwan tersendiri yaitu, eschatology yang berarti ilmu tentang sesuatu yang “terakhir”. Adapun dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), istilah Eskatologi berarti “ajaran teologi mengenai akhir zaman seperti hari kiamat, kebangkitan segala manusia dan surga.
Kembali pada pembahasan awal bahwa segala tindakan kita ditentukan oleh apa yang kita anggap keberadaannya, maka meyakini segala sesuatu yang berkaitan dengan kehidupan setelah kematian baik itu berkaitan dengan alam barzakh, hari kebangkitan, hari pembalasan hingga surga dan neraka juga menjadi hal yang niscaya melalui informasi yang disampaikan melalui wahyu yang disampaikan oleh nabi Muhammad SAW kepada kita semua.
Salah satu ayat yang menyampaikan informasi tentang hari akhir ialah, ayat 62 surah al-Baqarah yaitu:
إِنَّ ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ وَٱلَّذِينَ هَادُواْ وَٱلنَّصَٰرَىٰ وَٱلصَّٰبِِٔينَ مَنۡ ءَامَنَ بِٱللَّهِ وَٱلۡيَوۡمِ ٱلۡأٓخِرِ وَعَمِلَ صَٰلِحٗا فَلَهُمۡ أَجۡرُهُمۡ عِندَ رَبِّهِمۡ وَلَا خَوۡفٌ عَلَيۡهِمۡ وَلَا هُمۡ يَحۡزَنُونَ ٦٢
Artinya: “Sesungguhnya orang-orang mukmin, orang-orang Yahudi, orang-orang Nasrani dan orang-orang Shabiin, siapa saja diantara mereka yang benar-benar beriman kepada Allah, hari kemudian dan beramal saleh, mereka akan menerima pahala dari Tuhan mereka, tidak ada kekhawatiran kepada mereka, dan tidak (pula) mereka bersedih hati.” (QS. Al-Baqarah: 62)
Pertama, dalam ayat di atas meyakini adanya hari akhir merupakan hal prinsip setelah meyakini adanya Tuhan dan menjadi dasar dalam beramal saleh. Dengan demikianpun amal saleh tanpa meyakini Tuhan dan hari akhir sebagai dasar atas tindakannya, tidak akan menerima pahala apapun, karena syarat menerima pahala atas amal baik ketika tindakan tersebut didasari oleh pondasi keimanan tersebut. Oleh karena itu, ketiganya saling berkaitan dan tidak bisa dipisahkan. Kedua, relevansi pahala dan balasan itu ada, jika ada keyakinan hari akhir. Karena orang meyakini adanya hari akhir, maka ada secercah harapan atas pahala dari kebaikan yang mereka lakukan atau balasan bagi mereka yang telah melakukan kejahatan. Ketiga, seorang yang beriman, tidak cukup hanya mengikrarkan secara lisan bahwa mereka meyakini, tetapi harus dibuktikan dengan tindakan amal soleh. Karena buah dari keimanan adalah akhlak mulia.
Berkaitan dengan eskatologi, pembahasan yang sering muncul biasanya tentang hari kiamat, kehidupan setelah mati dan pembalasan. Adapun Fazlur Rahman dalam bukunya The Major Theme of Qur’an mengklasifikasikan setidaknya ada empat aspek yang dibahas dalam eskatologi yaitu, (1) kematian, (2) alam barzakh, (3) hari kiamat dan (4) surga dan neraka. Poin pertama berkaitan dengan akhir kehidupan dan tiga poin lainnya berkaitan dengan kehidupan setelah mati.
Aspek pertama ialah, kematian. Tidak ada satu orangpun yang dapat menolak satu fenomena “kematian”. Adapun penafsiran atas kematian itu sangat beragam. Para kaum empirisisme atau materialisme yang menganggap bahwa manusia hanyalah seonggok tubuh, maka mereka menganggap kematian adalah akhir dari segalanya karena hancurnya raga berarti selesai sudah perjalanan kehidupan manusia. Sementara itu, di pihak lainnya, ada yang meyakini bahwa manusia bukan hanya seonggok tubuh, melainkan ada jiwa yang menggerakkannya. Jiwa yang bersifat non-empiris di mana kehancuran tubuh tidak berarti kehidupan manusia selesai di situ, tapi ia menyempurna ke alam yang non-empiris. Terjadi keberlanjutan kehidupan pasca kematian dan inilah pintu gerbang penyempurnaan jiwa manusia menjadi ruh.
Dalam al-Qur’an, Tuhan menjelaskan bahwa dirinya dapat membangkitkan kehidupan setelah kematiannya. Kerja Tuhan dalam menghidupkan kembali bumi di musim semi setelah mati pada saat musim salju. Dengan demikian, kematian adalah pintu untuk menuju ke alam lainnya. Kalau pak Habibie mengartikan kematian sebagai “perpindahan dimensi” saja.
Aspek kedua adalah alam barzakh. Alam barzakh bisa dikatakan sebagai alam transit antara dunia dan akhirat. Dalam keyakinan Islam, bahwa ketika manusia meninggal, di mana jasad terpisah dari jiwa, maka manusia tinggal di alam barzakh hingga hari kiamat tiba. Menurut Fazlur Rahman, alam barzakh adalah miniatur surga dan neraka, di sana sudah mulai terasa balasan dan ganjaran atas tindakan kita selama di dunia. Dengan kata lain, Mulla Shadra menyampaikan bahwa di alam barzakh semua amal kita akan berbentuk makhluk. Sehingga kita perlu menyadari bahwa apa yang kita perbuat kelak akan menjadi bentuk lainnya di alam barzakh.
Aspek ketiga adalah kebangkitan. Kebangkitan dikenal dengan nama lainnya yaitu, hari penghitungan, yaumul hisab. Setelah terjadi kiamat besar, maka ada yang namanya hari kebangkitan di mana mereka yang telah mati dibangkitkan dan dihidupkan kembali dan dihisab segala tindak tanduk selama hidupnya di dunia. Hari kebangkitan merupakan hari penentuan apakah manusia masuk surga atau neraka. Al-Qur’an menggambarkan hari kiamat dengan kehancuran alam semesta. Dalam surah al-Qashash ayat 19 dan surah al-Takwir ayat 1-14, al-Qur’an menggambarkan bagaimana peristiwa kiamat akan terjadi. Setidaknya, kita merasakan kiamat-kiamat kecil yang terjadi akhir-akhir ini di berbagai daerah, ada gempa, ada longsor, ada tsunami hingga banjir bandang.
Aspek keempat ialah, surga dan neraka. Orang-orang beriman meyakini bahwa kelak manusia akan mendapatkan balasan dan ganjaran kebaikan juga kejahatannya selama di dunia. Surga digambarkan sebagai suatu tempat untuk orang-orang soleh, yang di dalamnya terdapat sungai mengalir dan pohon-pohon rindang. Surga ganjaran bagi mereka yang berbuat kebaikan dengan dasar keimanannya, sementara neraka adalah balasan atas keburukan yang telah mereka perbuat. Neraka digambarkan sebagai tempat yang menyeramkan karena di sana terdapat siksa yang pedih.
Itulah empat aspek dari pembahasan eskatologi yang sangat penting dibahas dalam keyakinan Islam. Karena meyakini adanya eskatologi akan membuat kita berbeda dalam bertindak dengan mereka yang tidak meyakini. Hal ini menegaskan bahwa pandangan dunia kita tentang Tuhan, alam dan manusia atau yang kita sebut dalam filsafat sebagai ontologis mempengaruhi tindakan manusia itu sendiri. (Fardiana Fikria Qur’any)
Sumber : ikmalonline