Pertama, Perjuangan dan komitmen atas ajaran agama.
Imam Husain dan para sahabatnya, menjalankan misi yang bukan untuk menunjukkan kesombongan, bukan melakukan kejahatan dan kerusakan, melainkan untuk melakukan perbaikan ajaran dan penyelewengan yang terjadi pada saat itu. Yaitu kejahatan dan kebatilan yang dilakukan secara terang-terangan oleh para penguasa.
Pernyataan serupa tidak hanya muncul dari lisan suci Al-Husain a.s., melainkan juga para sahabatnya. Abul Fadhl Abbas mengatakan, “jika harus terpotong tanganku, maka demi Allah aku tetap akan melanjutkan perjuangan ini.”
Imam Husain a.s. menjelaskan dan menyadarkan setiap orang bahwa manusia tidak diciptakan untuk mengabdi pada dunia, melainkan untuk kepentingan langit yang kekal.
Untuknya, setiap kita keluar dari majelis duka Imam Husain, maka kita harus menegaskan diri bahwa kita harus menjadi pribadi yang terbaik. Melakukan segala kebaikan yang diajarkan.
Kedua, Tanggung Jawab atas urusan sosial.
Imam Husain bisa saja tinggal diam di rumah, mengurus masjid kakeknya, berdiam diri dan tidak perlu turut campur dalam urusan politik. Tetapi hal itu tidak dilakukannya. Dia justru yang merasa paling bertanggungjawab untuk melakukan perjuangan itu. Karena kebatilan telah mencapai puncaknya.
Oleh karena itu, kita juga harus turut memikul tanggung jawab sosial kita. Baik di lingkungan bermasyarakat maupun bernegara kita. Kita, sebagai Muslimin, harus lebih terdepan dalam melakukan kegiatan sosial secara sukarela. Yang mampu, bisa memberikan hartanya. Yang tidak, bisa apapun yang mereka miliki pikiran dan tenaganya.
Ketiga, Menghormati dan menghargai hak orang lain.
Di malam Asyura, Imam Husain a.s. mengatakan kepada para sahabatnya, bahwa jangan sampai ketika kita mati besok, kita masih memiliki hutang.
Ada salah satu sahabat menyaut bahwa ia memiliki hutang, tetapi sudah akan ditanggung oleh istrinya. Lalu Imam Husain mempertanyakan apakah istrinya mampu dan sanggup membayarnya. Imam memastikan bahwa ia harus melunasi hutang-hutangnya.
Imam Husain meriwayatkan hadis dari Rasulullah Saw bahwa orang yang mati dan meninggalkan hutang, maka pahalanya akan dikurangi untuk membayar lunas hutang-hutangnya. Imam Husain a.s. ingin memastikan para sahabatnya agar mereka memang teguh ajarannya termasuk bahwa jika mereka akan mati syahid, tetaplah harus tidak memiliki tanggungan sosial. Bahkan Imam sempat melarang siapapun yang memiliki tanggungan berupa hutang dan sebagainya, untuk tidak ikut serta dalam perjuangannya.
Hak orang yang ada di pundak kita harus segera ditunaikan. Sebagian kita menunda-nunda untuk membayarkan hutang piutangnya, maka sebenarnya ini juga di antara bentuk penistaan terhadap ajaran Islam.
Rasulullah Saw mengatakan bahwa bayarlah upah para pekerjamu sebelum keringatnya mengering. Sedemikian besar perhatian Islam atas hak orang lain. Bahwa betapa besar seluruh amalan baik kita, menjadi tidak bermakna jika kita masih memiliki tanggungan hak orang lain dalam diri kita.