ICC Jakarta – Berbibacara tentang Nabi Muhammad Saw semestinya merupakan kehormatan besar namun selama ini beberapa masih hanya berkisar pada pembicara atau dan pendengarnya semata, belum menjangkau pribadi mulia Muhammad Saw itu sendiri. Berupaya memeluk gunung untuk menjelaskan besarnya padahal kemampuan hanya menunjukkan keberadaannya dengan jari telunjuk.
Sedang disisi lain, membicarakan sosok Nabi Saw itu hal mustahil dilakukan secara tuntas, sebaik apapapun, sepintar apapun, sebanyak apapun, selama apapun, seluas apapun dalam membicarakan Nabi Muhammad Saw maka pasti ada sisi dan sudut yang tidak terjangkau. Jadi tidak ada yang akan mampu menguraikan pribadi beliau secara utuh.[1] Hanya bisa menyinggung sudut-sudut pandang tertentu saja, dan itupun juga akan dipengaruhi dasar dan pengalaman keilmuan pengurai. Bahkan jika kita (manusia biasa) luangkan seluruh waktu seumur hidup, tetap saja tidak bisa menjelaskan beliau secara utuh.
Menjelaskan Nabi Muhammad Saw itu tidak berbeda dengan menafsirkan Quran, lebih-lebih karena Nabi Muhammad Saw juga merupakan Quran yang berbicara. Jadi yang menafsirkan semestinya juga menjelaskan apa adanya maksud yang diinginkan dan diharapkan oleh pembicara, oleh yang menyampaikan pernyataan, jadi sifat dan penjelasan tentang Nabi semestinya diusahakan semaksimal mungkin seperti apa adanya Nabi, jadi bukan menghukumi dan menilai beliau dengan kaca pandang dan pengetahuan pembicara, atau pembicara membicarakan Nabi hanya berdasarkan pendengar yang diharapkan merasa takjub dan terkesan kepadanya.
Quran harus ada ahli tafsirnya yang terpercaya, Nabi juga sama harus ada ahli tafsir penjelas beliau yang terpercaya, mereka adalah Ahlul Bait rasulillah salamullah alaihim ajmain. Kepada merekalah harusnya merujuk dalam perihal Quran maupun perihal Nabi Muhammad Saw.
Namun bukan hanya tidak demikian, bahkan sejarah Nabi pun ada yang berani menyelewengkan, ayah bunda beliau dikafir-kafirkan, bunda beliau disebut-sebut tidak sempurna karena tidak menyusui beliau dll. Sebagian orang terlalu fokus pada lahiriah satu kalimat bahwa beliau adalah ana basyarun mitslukum sehingga melupakan hal yang jauh lebih penting dan pasti yaitu bahwa beliau adalah khoirul bariyah, khoiru kholqillah, bahwa beliau adalah yang paling unggul, terbaik, utama, dan pertama diantara semua manusia yang pernah lahir dan akan lahir, bahkan dibanding semua ciptaan Allah Swt di seluruh alam.
Ketika Imam Ali ditunjuk oleh komite pengangkatan khalifah ada sebuah sarat yang tidak bisa beliau terima, berjanji untuk menjalankan sunah khalifah sebelumnya yakni khalifah Abu Bakar bin Abu Kuhafah dan Khalifah Umar bin Khotob. Karena beliau tidak sanggup akhirnya Khalifah Utsman yang naik menjadi khalifah.
Menjadi pertanyaan disini apakah sunah Nabi itu kurang sehingga harus disyaratkan untuk menjalankan sunah Khalifah. Atau ini adalah dampak dari dibakarnya catatan-catatan dari para sahabat terkait kehidupan Nabi, Quran, dan tafsir ayat-ayat Quran di era kekhalifahan sebelumnya. Serta dilarangnya pencatatan hadis Nabi selama kurang lebih sampai 100 tahun setelah meninggalnya beliau.
Meninggalkan Nabi Muhammad Saw adalah kesalahan fatal[2], merubah-rubah sejarah beliau jelas itu adalah tindakan amoral dan akan dituntut kelak dihari kemudian, manusia akan menjadi selamat ketika meneladani beliau melalui sejarah beliau yang apa adanya tanpa distorsi tanpa tambahan-tambahan dan tafsiran yang didasari kepentingan-kepentingan pribadi maupun kelompok dan golongan.
Menggunakan jari telunjuk yang kecil mungkil ke arah puncak gunung yang tinggi menjulang itu jauh lebih bermanfaat dari pada menggunakan kedua lengan untuk merangkulnya demi menjelaskan keberadaan gunung tersebut.[3]
Dalam menjelaskan atau berbicara seputar Nabi Muhammad Saw pun demikian, sebisa mungkin tetap menjaga akhlak dan tawadhu serta mengedepankan menjelaskan beliau sebagaimana adanya walau itu dengan kemampuan seujung jari saja, tidak mampu menjelaskan secara sebenar-benarnya secara utuh karena hal itu bagaikan ingin memeluk gunung dengan kedua lengan manusia yang pendek. Tetap bertawasul kepada beliau sehingga kita mendapat bimbingan untuk tidak salah dalam menjelaskan perihal beliau kepada anak-anak kita, kepada anak didik kita dan juga kepada masyarakat secara umum.
Rasulullah Saw adalah makhluk yang sangat dibutuhkan oleh semesta, manusia membutuhkan beliau seperti kebutuhan terhadap matahari, ketika mendung sekalipun matahari tetap memberikan sinarnya, ketika manusia waktu itu tidak menghormati Nabi, membenci Nabi, menyerang Nabi dengan fitnah dan ujaran kebencian, beliau tetap bersinar menebarkan doa kebaikan atas mereka semua, beliau sesenggukan meminta dan memohon kepada Allah agar umatnya itu segera mendapatkan hidayah, menjadi golongan muflihun, orang orang yang mencintai dan dicintai Allah Swt.
Dari Nabi Muhammad Saw kita belajar untuk tidak menyerah, tidak berputus Asa. Kapan pun, dimana pun, beliau selalu siap melayani umat, memberikan pencerahan kepada mereka tanpa pamrih, bahkan bukan hanya pencerahan, beliau juga membelanjakan sebagian besar harta dan tersisa sangat sedikti saja untuk kebutuhan beliau dan keluarga, untuk janda-janda tua, anak-anak fakir, orang-orang lemah, menyuapi dengan tangan beliau yang mulia.
Kesimpulannya, ketika ingin menjelaskan seputar Nabi Muhammad Saw, kita harus tetap menjaga amanah. Hal ini juga butuh kegigihan dan kesungguhan sebab ada pihak-pihak tertentu yang tidak berhenti untuk menebar kebencian kepada beliau dan juga kepada Islam. Menjelaskan tentang beliau juga harus tetap tawadhu dan bertawasul sehingga dijaga dan bisa menyampaikan sebagaimana seharusnya disampaikan. Ketika kita tidak mampu menjelaskan maka sepantasnya kita serahkan kepada yang ahli dibidangnya.
[1] Prof. Dr. Qurays Syihab. International Conference: The Birth of Prophet: Birth of Enlightement, Peace and Justice.
[2] اخبرنا محمد بن سعید باسناده عن ابی الدرداء قال: لو خرج رسول الله الیکم الیوم ما عرف شیئا مما کانا علیه هو و اصحابه الا الصلاة (مفید المستفید فی کفر تاریک التوحید :199)
[3] Prof. Dr. Qurays Syihab. International Conference: The Birth of Prophet: Birth of Enlightement, Peace and Justice.
Sumber: Ikmal Online