ICC Jakarta – Rangkaian peringatan kesyahidan Imam Husain as dan penyelanggaraan majelis duka berlangsung dengan syahdu tadi malam (11/9) di gedung ICC Jakarta. Sebagai pembuka, Dr. Jawad As’adi memaparkan bahwa sudah menjadi tradisi dan sunnah tidak terlihat dari wajah para maksum kecuali air mata dan kesedihan dan memerintahkan pengikut Syiah untuk mengadakan majelis duka bagi Imam Husain as.
Begitu juga setelah masa Imam ke-11, para pecinta Ahlul Bayt as melanjutkan tradisi tersebut walaupun ada penolakan dari penguasa waktu itu, contohnya oleh kekhalifahan Bani Abbas namun hingga saat ini majelis duka untuk mengenang pengorbanan yang dilakukan oleh Imam Husain as tetap bisa dilaksanakan.
Dalam lanjutannya, Dr. As’adi yang juga merupakan pakar tasawuf ini mengangkat tema peran Imam Husain as di tengah umat yang ada di saat itu. Tentu tema yang sangat luas dan diperlukan beberapa pertemuan untuk menjelaskan itu. Namun secara singkat, untuk memahami tema ini paling tidak ada dua hal yang harus dipahami: Filosofi Imamah dan Kebangkitan Imam Husain as. Dengan 2 hal ini, Imam Husain as hanya memfokuskan seluruhnya pada umat.
Dalam penjelasan selanjutnya, filosofi imamah adalah sama dengan nubuwwah. Keduanya, baik imamah maupun nubuwwah sama-sama memiliki tugas untuk memberikan petunjuk kepada manusia dan supaya manusia taat kepada perintah Ilahi. Hal ini sebagaimana penjelasan al-Qur’an surah al-Nisa ayat 64:
وَمَا أَرْسَلْنَا مِنْ رَسُولٍ إِلا لِيُطَاعَ بِإِذْنِ اللَّهِ
“Dan Kami tidak mengutus seorang rasul melainkan untuk ditaati dengan izin Allah”
Perbedaan yang ada antara Imam dan Nabi adalah bahwa Imam tidak membawa syariat baru dan hanya melanjutkan ajaran yang telah diberikan oleh Nabi.
Sistem imamah berbeda dengan sebuah pemerintahan/kepala pemerintahan, tidak sama dengan raja, perdana mentri dan pemimpin lainnya. Imam adalah mereka yang hadir ditengah masyarakat dan memberikan petunjuk atas apa yang menjadi kemaslahatan di dunia dan akhirat, serta di utus sebagai imam untuk memerankan hal-hal yang menjadi nilai suci Allah, sehingga menjadi teladan.
Karena itulah kita menyaksikan dalam sejarah, Imam selalu hadir dalam segala kehidupan umatnya, baik dalam masa peperangan maupun perdamaian atau dalam masa-masa yang lain. Imam juga menyelesaikan problem-problem ekonomi, sosial, dan kemasyarakatan. Imam perkara, memberikan makanan kepada anak yatim serta orang-orang miskin. Para Imam tidak hanya duduk di dalam rumah untuk berdzikir, tetapi berada ditengah masyarakat dan menjadi hal yang menakutkan bagi rezim saat itu, karena mempunyai pengaruh yang besar.
Adapun paparan Dr As’adi yang berkenaan dengan kebangkitan Imam Husain as beliau menjelaskan bahwa Imam Husaian as dengan kebangkitan yang beliau lakukan adalah demi untuk melaksanakan tugas sebagai imam. Ketika melakukan kebangkitan, beliau berkata: “Aku tidak kekuar meninggalkan kota kakekku dalam keadaan sombong, tetapi aku keluar dalam rangka melaksanakan amar ma’ruf nahi mungkar, kemaslahatan umat, dan aku ingin mengikuti apa yang telah dicontohkan oleh kakekku.”
Kebangkitan Imam Husain menjadikan umat ini tetap hidup hingga sekarang. Kebagkitan Imam Husain tidak pernah sirna, ia bagai matahari yang bersinar di kegelapan hingga orang-orang saat ini mengatakan: “Andaikan kami bersamamu wahai imam, maka kami pasti meraih keberuntungan yang besar.”
Dimensi-dimensi yang berkaitan dengan kebangkitan Imam Husain bisa dijabarkan menjadi antara lain: Imam Husain dalam dimensi politik, irfan/makrifat kepada Allah yang termanifestasikan dalam doa Arafah, dimensi keilmuannya, dimensi sosial dan dimensi sebagai seorang ksatria yang pemberani dan pantang menyerah.
Rangkaian peringatan acara duka Imam Husain as, dibuka dengan bacaan lantunan Ilahi dan setelah selesai hikmah Asyura dilanjutkan dengan maktam, pembacaan ziarah dan doa. [SH/SZ]