ICC Jakarta – Maksud ghaibah kubra adalah masa keghaiban kubra (mayor) (kubra) Imam Mahdi As yang dimulai semenjak wafatnya duta khusus terakhir beliau (‘Ali bin Muhammad Samari) pada tahun 329 HQ hingga masa beliau diberi ijin oleh Allah Swt untuk muncul kehadapan masyarakat ramai. Periode keghaiban ini memiliki beberapa kriteria khusus yang berbeda dengan periode keghaiban minor (ghaibah shughra). Salah satu kriteria khusus yang ada dalam periode keghaiban kubra adalah bahwa Imam Mahdi As akan ghaib secara sempurna.
Sebagaimana keghaiban Imam Mahdi As dalam periode ini telah sampai pada kesempurnaannya, dan juga pada periode ini beliau tidak memiliki duta khusus yang diangkat secara langsung olehnya maka tempat keberadaan beliaupun pada akhirnya tidak akan diketahui oleh siapapun juga. Pada periode ini, seseorang juga tidak akan dapat mengatakan secara pasti tentang dimanakah Imam Mahdi As berada. Sekalipun demikian, kita akan menyebutkan beberapa riwayat yang menjelaskan tentang keberadaan Imam Mahdi As pada periode keghaiban kubra.
Beberapa tempat yang disebutkan dalam riwayat-riwayat adalah:
1.Madinah Al-Munawwarah
Sebagaimana telah disebutkan sebelumnya, dalam salah satu riwayat disebutkan bahwa selama masa keghaibannya, Imam Mahdi As berada di Madinah. Akan tetapi riwayat ini tidak menyebutkan secara pasti apakah pada masa periode keghaiban sughra ataukah kubra
2. Nahiyah (kawasan) Dzi Thuwa
Nahiyah Dzi Thuwa berada di haram di Makkah. Dari tempat tersebut, seluruh pemukiman yang ada di Makkah akan terlihat. Sebagian riwayat menyebutkan bahwa dalam masa keghaibannya, Imam Mahdi As pernah tinggal di tempat itu.
Terkait dalam hal ini, Imam Muhammad Baqir As bersabda, “Shahib Al-Amr akan ghaib dalam sebagian lembah ini (seraya menunjuk ke daerah Dzi Thuwa)[1]
3. Taman dan Gurun
Menurut sebagian riwayat, selama masa keghaiban, Imam Mahdi As tidak memiliki tempat tinggal secara khusus. Beliau senantiasa berada dalam perjalanan.
Imam Baqir As ketika ditanya tentang apa persamaan antara Imam Mahdi As dengan sebagian Nabi-nabi yang pernah di utus oleh Allah Swt, mengatakan, “Adapun persamaannya dengan ‘Isa As adalah ia senantiasa berada dalam lawatan (senantiasa berada di jalanan karena tidak memiliki tempat tinggal secara khusus)[2].
Demikian juga dalam tawqi’ yang bersumber dari Syaikh Mufid –tentunya hal itu apabila kita menerimanya- yang mengisyaratkan bahwa Imam Mahdi As tidak memiliki tempat khusus yang dijadikan sebagai tempat tinggalnya. Dalam tawqi’ tertulis, “Sesuai dengan perintah Allah Swt hingga sampai masa, di mana senjata asli kami, para pengikut kami yang beriman, dan kekuasaan di dunia masih berada di tangan orang-orang fasik, maka selama itu pula aku akan tinggal di satu tempat yang jauh dari pandangan umum.[3]”
Yang perlu diperhatikan adalah dengan ketidak adanya kejelasan tentang dimanakah Imam Mahdi As tinggal selama masa keghaiban kubranya, maka banyak di antara manusia yang kemudian menyangka-nyangka tentang dimanakah tempat keberadaan beliau. Oleh karenanya, maka tidak heran apabila sebagian mereka kemudian mengatakan bahwa Imam Mahdi As berada dalam satu tempat tertentu misalnya. Segitiga Bermuda, kepulauan Khadhra’, dan lainnya yang membahas tentang rahasia ini. Sekalipun demikian, para ulama’ juga tidak dapat berdiam diri dalam masalah ini, mereka senantiasa memperingatkan manusia supaya tidak jatuh kedalam pemikiran yang salah itu.
Tentunya, sebelumnya para musuh kaum syiah juga mengatakan bahwa kaum syiah memiliki keyakinan bahwa pada masa-masa keghaiban, Imam Mahdi As senantiasa berada di ruang bawah tanah, di rumah ayahandanya, di Samara’. Oleh karena itu, alangkah baiknya apabila kita sedikit membahas tentang hal ini;
Pada masa lalu, kebanyakan rumah-rumah yang ada di Irak mempunyai ruang dan kamar bawah tanah. Karena pada masa musim panas, para penghuni rumah akan berpindah ke ruang dan kamar bawah tanah guna mengurangi hawa dan terik matahari yang sangat panas[4]. Rumah Imam Hasan ‘Askari juga memiliki ruang dan kamar bawah. Akan tetapi, ruang bawah tanah tersebut merupakan ruang yang dijadikan tempat peribadahan oleh Imam Hadi As, Imam Hasan ‘Askari As dan Imam Mahdi As. Bahkan, tempat pertemuan orang-orang yang diberi ijin untuk dapat menemui Imam Mahdi As ketika itu juga berada di ruang bawah tanah. Oleh karena itu, apabila kaum syiah telah selesai melaksanakan ziarah kepada Imam Hadi As dan juga Imam Hasan ‘Askari As, mereka akan pergi ke ruang bawah tanah itu dan melaksanakan shalat.
Namun dengan amalan-amalan yang dilakukan oleh kaum syiah tersebut membuat para musuh kaum syiah ingin menyerang balik dengan mengatakan bahwa kaum syiah telah meyakini bahwa Imam Mahdi As tinggal di ruang bawah tanah itu.
Sementara pada dasarnya, tujuan utama kaum syiah pergi berziarah ke tempat itu tidak lain hanya ingin mengambil berkah karena tempat itu adalah tempat tinggal manusia-manusia suci. Temat orang-orang pilihan Allah Swt hidup, melantunkan ayat-ayat Al-Qur’an, berdoa kepada Allah dan bermunajat kepada-Nya. dan tentunya Allah Swt telah menjadikan tempat tersebut sebagai tempat mulia, karena nama Allah Swt senantiasa di sanjung di tempat itu. Oleh sebab itulah, maka tidak heran sekiranya kaum syiah (yang merupakan suatu kaum yang senantiasa mengikuti jalan Nabi Muhammad Saw dan para Imam Suci Ahlulbait As) kemudian melaksanakan shalat, dan bermunajat di tempat itu. Dan tidak ada seorangpun di antara mereka yang berpikir dan meyakini bahwa Imam Mahdi As berada di tempat itu. (Dars Nameh Mahdawiyat II, Khuda Murad Salimiyan)
Catatan Kaki
[1]. Muhammad bin Ibrahim Nu’mani, Al-Ghaibah, Teheran, Maktabah Al-Shaduq, 1397 HQ , hal. 181.
[2]. Muhammad bin Jarir bin Rustam Thabari, Dalâil al-Imamah, Qum, Darul Dzahair, cetakan tunggal, hal. 291.
[3]. Muhammad baqir Majlisi, Bihâr al-Anwâr, Beirut, Muassasah al-Wafa’, 1404 HQ, jil. 53, hal. 174.
[4]. Fakhruddin Thahiri, Majma’ al-Bahrain, Beirut, Dar Ihya’ Turats Al-Arabi, 1403 HQ, jil. 1, hal. 467.