ICC Jakarta – Ali bin Husain, menurut beberapa riwayat, lahir di pertengahan bulan Jumadil Ula, tahun 31 atau 36 Hijriah. Ayah beliau adalah Husain bin Ali dan ibunya, menurut satu pendapat, adalah Syaher Banu, putri raja Yazdghird. Kunyah-nya adalah Abu Hasan, Abu Qasim, Abu Muhammad, dan Abu Bakar sementara di antara laqab-nya yang paling populer adalah Zainal Abidin, Sayidul Abidin, Zainus Shalihin, dan Sajjad. Menurut beberapa pendapat, Imam lahir pada tanggal 12 Muharram, tahun 94 Hijriah di Madinah dan dimakamkan di pemakaman Baqi’.
Mengenai keutamaan Imam ke-4 ini, Abu Hamzah Tsumali berkata, “Ali bin Husain as memikul sejumlah makanan dan dalam kegelapan malam ia memberikannya kepada fakir miskin secara diam-diam. Ia berkata, “Sedekah yang diberikan dalam kegelapan malam akan memadamkan amarah Allah swt.”
Muhammad bin Ishaq berkata, “Orang-orang Madinah selama hidupnya tidak mengetahui dari mana kebutuhan hidup mereka terpenuhi. Namun setelah wafatnya Imam Sajjad as, makanan-makanan mereka pun terhenti.
Ketika malam hari memikul roti dipundaknya dan membawanya ke rumah-rumah orang yang membutuhkan, ia berkata, “Sedekah yang tersembunyi akan memadamkan murka Allah.” Akibat memikul karung, bekas pikulan tersebut nampak di pundaknya. Hal ini diketahui ketika tubuhnya yang suci dimandikan saat wafatnya.
Ibnu Sa’ad menulis, “Ketika orang-orang yang butuh datang menemui Imam Sajjad as, ia pun bangkit dan memenuhi kebutuhan mereka. Ia berkata, “Sebelum sedekah sampai ke tangan orang-orang yang membutuhkan, ia akan sampai kepada Allah swt.”
Pada suatu tahun, Imam Sajjad as hendak menunaikan ibadah haji. Saudarinya, Sukainah menyiapkan bekal senilai seribu Dirham. Ketika sampai di Harrah, bekal tersebut dibawa ke hadapan Imam Sajjad as, dan Imam membagikannya kepada orang-orang yang membutuhkan.
Imam Sajjad as memiliki seorang kemenakan yang miskin. Pada malam hari ketika kemenakannya tidak mengenalinya, ia pergi menjumpai kemenekannya tersebut dan memberinya beberapa Dinar. Kemenakannya bertanya, “Ali bin Husain as tidak memperhatikan familinya sendiri, semoga Allah mengingatkannya.” Imam mendengar perkataan kemenakannya tersebut dan dengan sabar serta tenang ia tidak menjelaskan siapa dirinya yang sesunggguhnya. Ketika Imam Sajjad as meninggal, kemenakannya tersebut tidak lagi mendapati kebaikan orang yang selama ini menolongnya. Orang tersebut pada akhirnya mengetahui bahwa orang yang selama ini berbuat baik adalah Ali bin Husain as. Kemudian ia pergi ke kuburan Imam Sajjad as dan menangis di pusara Imam.
Abu Na’im menulis, “Dua kali ia membagi dua hartanya dengan orang-orang tidak mampu. Ia berkata, “Allah menyukai orang berdosa yang bertaubat”.
Abu Na’im juga menulis, “Masyarakat mengenalnya sebagai orang pelit. Namun ketika ia wafat, mereka mengetahui bahwa Ali bin Husain menjadi penanggung hidup seratus keluarga. Ketika pengemis sering datang kepadanya, ia berkata, “Selamat datang orang yang bersedia membawa bekal saya ke akherat.” []