ICC Jakarta – Allah telah menjadikan Ka’bah, rumah suci itu sebagai tonggak penegak (urusan) manusia, yaitu haji sebagai perjanjian antara hamba dan Tuhan (Al-Hajj wa Dhidduhu Nabadza al-Mitsaq (Al-Kafi, juz 1, hal.22, hadis ke-14) dan merupakan salah satu kewajiban–kewajiban Ilahi terbesar, yang mengandung dua aspek: individu dan sosial.
Haji merupakan bentuk pemuliaan dan pengulangan setiap fenomena–fenomena yang memancarkan cinta dalam kehidupan manusia, dan dalam kehidupan masyarakat untuk menuju kesempurnaan di dunia ini. Haji merupakan pusat bagi pengetahuan–pengetahuan ilahiah yang di dalamnya mengandung konteks politik Islam, di seluruh aspek kehidupan.
Tujuan dari ibadah haji—dari aspek individualnya—adalah penyucian diri, untuk mencapai kesucian dan pencerahan nurani, penyucian dari segala bentuk dekorasi material, kesendirian maknawi bersama diri, mesra berdua bersama Allah Ta’ala, berzikir, merendahkan diri dan bertawasul dengan hak Allah Jalla wa ‘Ala dan untuk menemukan jalan kepada penghambaan–yang merupakan jalan Allah yang lurus menuju kesempurnaan–dan kemudian melangkah di jalan ini.
Ini merupakan peluang yang beragam, sekaligus merupakan ujian—ujian persiapan bagi orang yang menyadarinya—yang mampu melihat (rahasia) adab–adabnya.
Haji dan fardu–fardunya serta menadaburi tujuan–tujuannya, tidak diragukan lagi, untuk meraih hasil–hasil akhir yang mulia. Kini telah terbentang di depan seseorang kesempatan untuk berihram dan bertalbiah, kesempatan untuk tawaf dan salat, kesempatan untuk bersa’i dan berlari–lari kecil, kesempatan untuk wukuf di Padang Arafah, Masy’arilharam dan Mina, kesempatan untuk melempar Jumrah dan berkurban dan kesempatan untuk mengingat Allah … itu semua merupakan aspek–aspek yang harus dihadapi oleh roh dan kehidupan, dalam semua tahapan ini.
Sesungguhnya peluang (haji dan umrah) ini, dalam keseluruhan praktiknya, memungkinkan setiap orang untuk memulai langkah pelatihan dirinya—meski dalam waktu singkat—dalam olah rohani syar’i, dan melejitkan kesalehan internal manusia itu sendiri… agar menjadi titik tolak proses transformasi kualitas nilai moralitas dan suluk individu pada orang–orang yang datang menziarahi Baitullah tersebut.
Inilah salah tujuan paling utama haji yang selalu diidam–idamkan seluruh kaum muslim, dan khususnya para pelaku suluk–suluk spiritual. Namun, masalah terpenting yang sering dilupakan adalah bahwa sesungguhnya tujuan–tujuan individual itu adalah bagian integral dari tujuan (universal) haji itu sendiri, dan bahwa pengalokasian harta yang sangat besar untuk tugas Ilahi ini adalah lebih utama dari (sekadar) tujuan individual (haji) itu sendiri, dan bahwa dalam konferensi yang sangat agung dan besar ini terkandung efek dan manfaat yang besar bagi umat Islam umumnya. Bahkan untuk beberapa gelintir manusia di dunia ini, ia adalah lebih penting dan lebih berharga daripada manfaat–manfaat individual itu sendiri.