ICC Jakarta – Pada masa Imam Ketujuh, Imam Musa al-Kazim As, penguasa yang memerintah ketika itu adalah seorang penguasa yang keji dan kejam yang bernama Harun, yang tidak mendengarkan saran dan nasihat Imam Musa al-Kazim As.
Suatu hari, Harun ar-Rasyid datang berkunjung ke Madinah tempat Imam Musa berkediaman. Ketika ia pergi ke makam Rasulullah Saw, ia berkata, “Salam padamu Ya Rasulullah! Salam padamu wahai saudara sepupu.
Harun ar-Rasyid berkata demikian lantaran ia hendak menunjukkan kepada orang-orang bahwa ia layak menjadi khalifah karena datuknya adalah Abbas, paman Rasulullah Saw.
Imam Musa As juga hadir di masjid kala itu dan ia pergi ke makam Rasulullah Saw dan berkata, “Salam padamu wahai Rasulullah! Salam padamu wahai ayah.”
Imam Musa As ingin mengingatkan khalifah bahwa yang paling dekat hubungan kekerabatannya dengan Rasulullah Saw adalah dirinya.
Ketika Harun melihat pemandangan ini, ia menjadi sangat marah dan iri kepada Imam Musa. Ia kemudian menangkapnya dan membawanya dari Madinah ke sebuah penjara di Basrah.
Imam Musa As merupakan seorang yang sangat berbudi baik dan bertutur kata yang halus serta santun kepada setiap orang, bahkan kepada Yahya yang menjaganya dalam penjara. Yahya merasa sedih dan bersalah lantaran menahan orang baik seperti itu dalam penjara. Ia mulai berbaik hati kepada Imam Musa As. Harun ar-Rasyid mengetahui hal ini dan memindahkan Imam ke penjara lainnya di bawah seorang penjaga yang baru.
Ya ditempat penjara barunya Imam Musa As, melalui perilaku santun dan budiman, membuat orang-orang tahanan penjara merubah sikap dan perasaan mereka terhadapnya.
Teriirng ucapkan belasungkawa pada hari syahadah beliau 25 Rajab 1437 H.
Source: Jawadi, Nuqasye Ishmat, 475.