ICC Jakarta – Dalam kehidupan sehari-hari manusia selalu dihadapkan dengan peramasalahan-permasalahan tertentu. Sebagai manusia yang beriman kepada Allah, maka kita sebagai seorang yang beriman akan meminta dan memohon kepada Allah Swt untuk membukakan masalah-masalah yang sedang kita hadapi. Untuk itu, seorang yang beriman seharusnya berdoa untuk mendapatkan hajat-hajatnya atau dimudahkan segala urusannya.
Makna leksikal dan teknikal doa
Doa (dalam bahasa Arab) berarti membaca, meminta hajat dan memohon pertolongan. Terkadang juga diartikan secara mutlak; yakni membaca. Doa menurut istilah adalah memohon hajat kepada Allah Swt. Dalam Al-Qur’an, kata doa dan kata-kata jadiannya (musytaq) itu digunakan sebanyak 13 makna yang berbeda-beda, di antaranya adalah membaca, berdoa, meminta kepada Allah Swt, menyeru, memanggil, mengajak kepada sesuatu atau kepada seseorang, memohon pertolongan dan bantuan; beribadah dan lain sebagainya.
Doa Sebelum Nabi Muhammad Saw
Bahkan, masalah perlunya doa telah ada semenjak zaman agama nabi-nabi dan rasul-rasul sebelum Nabi Muhammad Saw. Berdoa merupakan sebuah perkara yang pasti dan para pemimpin Ilahi telah menyampaikan dan mengajarkan hal ini kepada umatnya. Selain itu mereka sendiri telah berdoa dalam banyak hal, di antaranya adalah doa Nabi Ibrahim As dan kisah proses terkabulnya. Hal ini disebutkan dalam surat Ibrahim ayat 37 dan juga doa Nabi Musa As dan nabi-nabi lainnya. Di dalam beberapa ayat, Allah Swt menyeru hamba-hamba-Nya untuk berdoa, di antaranya adalah surat al- Baqarah ayat 186 dan surat al Ghafir ayat 60.
Kata doa bermakna membaca dan meminta hajat serta pertolongan. Dan terkadang yang dimaksud adalah ‘membaca’ secara mutlak. Doa menurut istilah adalah: “Memohon hajat atau keperluan kepada Allah Swt”.
Doa merupakan sebuah bentuk ibadah, karena itu doa memiliki syarat-syarat positif dan negatif seperti ibadah-ibadah lainnya. Dengan memperhatikan syarat-syarat berdoa maka terkabulkannya suatu doa akan lebih terpenuhi. Yang dimaksud dengan terkabulkannya doa, tidaklah berarti bahwa doa tersebut terkabulkan dan berefek di luar secepat mungkin, kadang-kadang ada doa yang akan dikabulkan setelah 40 tahun, bahkan pada hari kiamat nanti, Allah Swt akan memberikan imbalan doa tersebut dengan beberapa kali lipat kepada orang-orang yang berdoa namun belum dikabulkan. Bahkan karena besarnya imbalan yang akan diberikan bahka mereka berharap tidak ada satu doapun yang dikabulkan di dunia ini:”Seandainya tak ada satupun doa dan hajat saya yang terkabul di dunia”.
Syarat-syarat Dikabulkannya Doa
Dari berbagai petunjuk-petunjuk Ilahi dan riwayat-riwayat dari para Imam, dapat diketahui bahwa syarat-syarat dikabulkannya doa adalah bahwa berdoa jangan sampai bertentangan dengan sistem terbaik (nizham ahsan) alam dan ketentuan (qadha) pasti Allah Swt. Dan jika bertentangan, maka pasti tidak akan terkabulkan. Doa harus dimulai dan ditutup dengan bacaan shalawat atas Nabi Saw dan Ahlulbait As. Orang yang berdoa harus memiliki makrifat dan pengetahuan hati yang sempurna tentang Allah Swt; jadi, harapannya hanya kepada Allah Swt semata dan jangan bersandar kepada siapapun selain-Nya. Harus ikhlas dan merasa perlu sekali (darurat). Lisan dan hatinya harus sejalan. Melaksanakan hal-hal yang wajib dan meninggalkan yang haram dan memohon ampun dari segala dosanya. Memiliki tekad yang kuat untuk berdoa dan dengan yakin berharap kepada Allah Swt serta tidak putus asa. Mengucapkan, “Wahai Tuhan-ku, sebagaimana engkau mengetahui apa yang maslahat dan baik untuk saya maka kabulkanlah” dan yakinlah bahwa pasti Allah Swt akan mengabulkannya, kendatipun hasilnya itu akan nampak kemudian.
Dari sebagian ayat dan riwayat Islam dapat disinyalir bahwa doa merupakan ibadah dan penyembahan atas Allah Swt. Selain itu, pada sebagian redaksi riwayat dikatakan bahwa “ad du’aa mukhkhul ‘ibadah” (doa itu adalah otaknya ibadah), Dari sini doa juga sama seperti ibadah-ibadah lain yang memiliki syarat-syarat positif dan negatif. Dengan kata lain, supaya doa dapat dilakukan dengan benar dan sempurna serta bisa dikabulkan dan bisa mendekatkan diri (kepada Allah Swt), maka orang yang berdoa harus memenuhi beberapa syarat dan adab. Dan juga harus meninggalkan hal-hal yang dapat menghalangi terkabulkannya doa. Dengan ini jelas bahwa sebab tidak dikabulkannya sebagian doa karena Allah Swt adalah Maha Bijak lagi Maha Tahu dan seluruh perbuatan-perbuatan-Nya itu berdasar pada hikmah dan maslahat, dan terkabulnya doa itu tergantung pada kemaslahatan. Demikian pula janji dikabulkannya doa itu bergantung kepada maslahat. Apabila ada seseorang yang terhormat lagi mulia mengumumkan; barangsiapa yang menginginkan sesuatu dariku maka aku akan memenuhi permintaannya. Lalu seseorang datang dan meminta sesuatu –dengan berkhayal bisa bermanfaat untuknya– yang pada hakikatnya berbahaya dan bahkan bisa merusak dirinya. Pada kondisi seperti ini, hal yang patut dilakukan oleh orang terpandang lagi mulia tersebut adalah ‘tidak memberi’ dan ‘tidak memenuhi’ permintaan orang tersebut. Jika ia tetap memberi dan memenuhi permintaannya, maka sikap ini bisa digolongkan sebagai perbuatan aniaya dan zalim. Mayoritas permintaan serta permohonan hamba-hamba-Nya itu mengandung hal-hal yang membahayakan diri mereka sendiri, dan mereka tidak menyadari hal ini.
Dalam sebuah hadis Qudsi disebutkan: Sebagian hamba-hamba-Ku tidak bisa berubah menjadi baik dan tidak bisa menjaga imannya kecuali jika mereka itu kaya dan memiliki harta benda. Dan jika terjadi sebaliknya maka (iman) mereka akan hancur lebur dan sebagian hamba lainnya, kefakiran dan kemiskinan itu lebih baik bagi mereka. Jika ditakdirkan kondisi lain kepada mereka, maka mereka akan menjadi binasa dan hancur.
Semoga dengan mengetahui pentingnya berdoa dan adab-adab yang benar dalam berdoa kita dapat memperoleh dan menggapai sebaik-baik bentuk kehidupan.[]