ICC Jakarta – Salah satu dari persoalan penting dalam kajian dan filsafat agama adalah menentukan peran akal dan metode interaksinya dengan wahyu. Akal adalah merupakan saiah satu nikmat Ilahi yang paling agung dari manusia. Melalui akal manusia bisa memahami diri dan dunia. Akal juga akan mengarahkan manusia untuk meriset dan menganalisa asal muasal diri dan eksistensi yang menciptakan kita. Jika kita tidak memiliki kenikmatan akal, maka kita tidak akan memiliki kemampuan untuk mengemban tanggung jawab amalan dan keyakinan-keyakinan diri.
Dalam madzhab Syiah, terdapat penekanan yang khas terhadap akal dan ilmu-ilmu akal yang memiliki akar akal di dalam al-Quran, Sunah dan ajaran-ajaran Ahlul Bait As.
Dalam berbagai hal, akal memerintahkan manusia untuk melakukan kontempasi, perenungan dan pemikiran, sebagai contoh dalam beberapa ayat Allah Swt seperti, “Sesungguhnya pada yang demikian itu terdapat tanda-tanda (kebesaran Allah) bagi kaum berfikir. (Qs al-Rad: 13).
Dan sebaliknya, Al-Quran mengecam dan mencela mereka yang tidak mau menggunakan akal untuk berfikir dan merenungkan ayat-ayat Ilahi.
Dalam hadis disebutkan bahwa Imam Shadiq As bersabda, “Barang siapa yang memiliki akal berarti ia memiliki iman, dan barang siapa yang memiliki iman, maka ia akan masuk surga. (Ushul Kafi, jil. 1, hal. 11).
Manusia dengan akal akan mampu memahami hakekat, percaya terhadap agama Allah dan mengikuti ajaran-ajaran Nabi dan ini akan mengantar manusia menuju surga.
Salah satu dari fungsi utama akal adalah membimbing manusia kea rah kebenaran agama Ilahi. Syiah meyakini bahwa mempergunakan akal merupakan satu-satunya jalan umum untuk , membuktikan wujud Allah, pengutusan Nabi dan keberadaan akhirat. Setiap muslim berkewajiban untuk menganalisis akidahnya dengan mendalam dan argumentatif kemudian mengenali akidah yang benar dengan penelitian-penelitian pribadi dan memiliki kemampuan untuk mempertahankannya secara logis.
Imam harus dibangun dengan argumen dan makrifat bukan dengan taklid dan mengikuti. Jika seseorang tidak memiliki argumen yang kuat, maka ia akan dengan mudah terbawa ke arus keraguan dan kebimbangan dan akan berujung ke akidah yang menyesatkan.
Akal juga berfungsi untuk memahami kebaikan dan keburukan atau kebenaran dan ketidakbenaran akhlak. Berdasarkan teori perintah Ilahi, kebaikan atau kebenaran akhlak adalah apa yang diperintahkan oleh Allah Swt sedangkan keburukan atau ketidakbenaran adalah apa yang dilarang oleh Allah Swt. Misalnya baik dan buruk suatu perbuatan akan bisa ditentukan oleh akal. Seperti berbicara jujur dan menolong orang dalam bahaya adalah perbuatan baik dan berbohong dan mencelakakan orang lain adalah perbuatan buruk. [ZB]