ICC Jakarta – Memahami Mahdisme dan kebutuhan masyarakat internasional akan Mahdisme adalah salah satu masalah penting yang harus diperhatikan di masa kita sekarang. Secara umum, keyakinan akan kemunculan Juru Selamat dan Mahdisme sebenarnya telah menjadi keyakinan religius yang telah tersebar diantara manusia sejak dahulu hingga saat ini. Dalam berbagai agama, kepercayaan seperti itu telah termanifestasi dalam berbagai bahasa dan cara serta ritual yang berbeda-berbeda; sebagaimana contoh saat mereka menyebut Sang Juru Selamat ini dengan sebutan seperti “Kalki” dalam Hinduisme, “Mesias” dalam Yudaisme dan Kristen, “Sushyant” dalam Zoroastrianisme, dan “Mahdi” dalam budaya Islamic. (Hussein Taufiqi, Hezar Rah Gerai dar Falsafeh-e Tarikh dar Zartusyt, vol. 17, halaman 14-20).
Interpretasi dan kepercayaan semacam ini otomatis akan muncul dalam diri seseorang saat mengharapkan kehadiran seorang penyelamat yang akan mengantarkannya mencapai kebahagiaan yang abadi. Oleh karena itu, permasalahan Mahdisme dan sang penyelamat ini telah menjadi perhatian semua manusia dari berbagai generasi dan periode sejarah yang berbeda-beda. Dimasa kita sekarang –yang mana kebanyakan manusia menderita ketidakadilan dan penindasan diberbagai belahan bumi-, maka hal ini menjadi masalah yang sangat penting. Dimasa saat ini, pengetahuan tentang ajaran Mahdawiah adalah satu keharusan dan menjadi satu kebutuhan yang tak terbantahkan; Sebuah kebutuhan dan keharusan –yang jika dipahami dengan baik dan berbagai aspeknya dijelaskan sebagaimana mestinya-, yang akan membawa banyak berkah bagi masyarakat Islam kita.
1. Konsep
Mahdi adalah gelar untuk sang penyelamat umat Islam yang telah dijanjikan. Menurut studi beberapa ahli, selain 270 narasi, gelar ini telah digunakan untuk sang penyelamat yang dijanjikan ini. (Lutfullah Safi Golpaigani, Muntakhab al-Atsar fi al-Imam al-Tsani ‘Asyar as, edisi pertama, Qom, Maktab al-Mu’alif, 1422 H, vol. 3, halaman 443 dan 444.)
Dalam sebuah riwayat dari Imam Shadiq as disebutkan bahwa beliau mengutip dari ayah dan kakeknya dan mengatakan, ” قالَ رَسولُ اللَّهِ (ص): المَهدِیُ مِن وُلدِی، اسمُهُ اسمی، وکُنیَتُهُ کُنیَتی، أشبَهُ النّاسِ بی خَلقاً وخُلُقاً، تَکونُ لَهُ غَیبَةٌ وحَیرَةٌ، حَتّی تَضِلَّ الخَلقُ عَن أدیانِهِم، فَعِندَ ذلِکَ یُقبِلُ کَالشَّهابِ الثّاقِبِ، فَیَملَؤُها قِسطاً وعَدلًا، کَما مُلِئَت ظُلماً وجَوراً (Rasulullah saw bersabda: Mahdi adalah salah satu dari keturunanku. Namanya adalah namaku, julukannya adalah julukanku. Ia memiliki rupa dan perilaku paling mirip denganku. Ia akan ghaib sampai sebagian besar umat tersesat dan kemudian ia akan muncul seperti meteor dan memenuhi bumi dengan keadilan, sebagaimana sebelumnya bumi dipenuhi dengan ketidakadilan dan tirani) (Muhammad bin Ali bin Husain (Syaikh Shaduq), Kamal al-Din wa Tamam al-Ni’mah, Qom Qom, Muassasah al-Nasyr al-Islami, Bita, vol. 1, halaman 286, hadits 1).
2. Mahdisme dalam Islam
Mungkin dapat dikatakan bahwa tidak ada satu pembahasanpun dalam sejarah yang setara dengan revolusi secara damai dan universal, yang akan membawa umat manusia menuju kebahagiaan abadi dan mengembalikan hak-hak mereka yang tertindas atas penindasnya. Karenanya, tidak heran apabila seluruh umat dari berbagai ras dan agama saat ini sedang menunggu-nunggu kehadiran sang juru selamat tersebut yang menjadi simbol aspirasi mereka dan yang akan memenuhi dunia dengan keadilan.
Sementara itu, keyakinan yang ada di kalangan umat Islam –khususnya Syiah- tentang kemunculan dan kepemimpinan Imam Mahdi Mau’ud (yang dijanjikan) sebagai Sang Juru selamat adalah satu keyakinan yang selain memiliki akar skolastik yang dalam dan kuat, tentunya juga berlandaskan pada akar keyakinan dan sabda para Ma’shum as yang tidak perlu dipertanyakan lagi akan kebenarannya.
Para Ulama dan cendikiawan Muslim selama berabad-abad senantiasa menyebarkan kebenaran dan keyakinan ini dengan meriwayatkan hadits dari para leluhur mereka khususnya terkait dengan kemunculan Qaim Al-i Muhammad (sang pemimpin dari keluarga Muhammad saw) tersebut. Dengan mempertahankan gagasan Mahdisme dan mengkonsolidasikan dasar-dasar intelektual dari harapan akan munculnya para pembaharu dunia, maka mereka telah menjawab keraguan para penentang sehingga mereka telah menambah soliditas gagasan ini.
Kepercayaan pada Mahdisme merupakan satu kepercayaan yang diterima oleh semua madzhab Islam -yang tentu tidak hanya diterima oleh pengikut mazhab Ahlul Bait as saja-. Sejumlah besar hadits terkait dengan Mahdisme yang telah disebutkan dalam sumber-sumber terpercaya Sunni dan kutipan serta konfirmasi masalah ini oleh para ulama masyhur mereka, meyakinkan kita bahwa kepercayaan akan kedatangan Mahdi Mau’ud (yang dijanjikan) sama sekali tidak eksklusif untuk Syiah, namun semua madzhab Islam menganggapnya sebagai keyakinan yang harus diterima. Hal ini terungkap dengan jelas dalam lusinan buku dan risalah independen yang ditulis oleh para ulama Sunni tentang Imam Mahdi as. Selain itu, secara eksplisit hal ini juga telah ditekankan dalam enam kitab hadits Sunni -yang merupakan sumber hadits-hadits mereka yang paling penting dan berwibawa-. (Ali Muhammad Ali Dakhil, Al-Imam al-Mahdi as, edisi kedua: Beirut, Dar al-Murtadha, 1403 H, halaman 140).
Syaikh Abdul Muhsin ‘Ibad al-Badr -salah seorang ulama terkemuka dari Universitas Islam Madinah- dalam sebuah artikel yang disiapkan untuk menanggapi para penyangkal Mahdisme, menyebutkan sejumlah nama-nama ulama Sunni yang mengakui kemutawatiran hadits-hadits terkait dengan Imam Mahdi as. Beliau menjelaskan bahwa dengan banyaknya hadits-hadits, keragaman perawi, serta keyakinan berbagai madzhab Islam terkait dengan Imam Mahdi as, maka Mahdism adalah sebuah kebenaran pasti yang akan terjadi di akhir zaman. (Abdul Muhsin al- Badr, ‘Aqidah Ahl Sunnah wa al-Atsar fi Al-Mahdi al-Muntadhar, halaman 29).
3. Keharusan Mengetahui Ajaran Mahdawi
Berbagaiaspek keharusan mengetahui ajaran Mahdawi di zaman sekarang dapat diringkas sebagai berikut;
a) Aspek Doktrinal
Berdasarkan riwayat-riwayat mutawatir –sebagaimana yang telah disebutkan oleh Syiah dan Sunni-, maka wajib bagi setiap Muslim untuk mengetahui Imam pada masanya, yang dengan itu maka akan dapat menghindarkannya dari terjerumus dalam masa Jahiliyah sebelum Islam serta jatuh dalam pusaran kekufuran dan kemusyrikan, sehingga dapat menemukan hidup dan mati berdasarkan keyakinan yang benar.
Oleh karena itu, masing-masing dari kita wajib berupaya mengetahui Imam zaman kita yaitu Imam Hujjah Ibn al-Hasan as, serta berusaha untuk mengenal kepribadian dan posisinya di alam semesta sebagaimana mestinya, sehingga kita dapat melakukan tugas dan bertindak dengan benar sesuai dengan apa yang beliau inginkan.
b) Aspek Budaya
Zaman kita adalah zaman pencarian hak dan idealisme. Semua orang apabila telah menemukan cita-cita dengan nilai dan kebenaran yang tinggi, maka secara otamatis mereka akan mencurahkan semua potensi dan hasrat serta energi mereka ke dalamnya dan membenci dan menajauhi segala bentuk stagnasi, penyimpangan, dan kehancuran. Dan dengan melewati semua keinginan hawa nafsunya, mereka akan mengabdikan diri sepenuhnya untuk mendapatkan kebenaran tersebut.
Terbentuknya pemerintahan dunia yang dipimpin oleh Imam Mahdi dengan berdirinya keadilan di seluruh penjuru dunia serta hancurnya segala bentuk kekufuran, penindasan dan penghancuran adalah sebuah cita-cita, yang jika diidentifikasi dan berbagai aspeknya dijelaskan dengan benar, maka akan dapat membuat kehidupan orang-orang di masa kini dan juga generasi masa depan menjadi dinamis, serta dapat memelihara dan memanfaatkan kemampuan mereka sebaik mungkin. Oleh karena itu, di zaman sekarang, masyarakat kita, lebih dari sebelumnya, perlu menyikapi makna al-Intidzar (bersabar menunggu kemunculan Imam Mahdi as) dan percaya pada Mahdisme dengan lebih benar lagi. Sehingga apabila masalah ini ditangani dengan baik, maka hal itu akan dapat meningkatkan harapan dan vitalitas dalam masyarakat kita secara berkali-kali lipat.
c) Aspek Politik
Dalam beberapa tahun terakhir, terdapat dua masalah penting dan utama yang telah diangkat dalam media-media di seluruh dunia yang tampaknya memiliki asal dan prinsip yang berbeda, namun keduanya memiliki tujuan, efek, dan hasil yang sama. Kedua masalah tersebut ialah;
1. “Globalization” (integrasi Internasional) atau “Globalizing” (proses integrasi Internasional)
Masalah ini lebih banyak diangkat di forum akademis oleh para ahli teori ilmu politik dan hubungan internasional dan berusaha untuk menanamkan gagasan bahwa “Mereka berusaha menghapus perbatasan-perbatasan pembatas antar negara, sehingga dunia secara bertahap akan bergerak menuju homogenitas yang lebih besar di bidang ekonomi, politik, sosial dan bahkan budaya” dan “hal ini akan terbentuk melalui perkembangan kapitalisme dan teknologi yang menguntungkan (tekno-kapitalisme) yang terbentuk dalam jalan yang telah ditentukan”.
Gagasan tentang “tatanan dunia baru” dari Presiden Amerika Serikat saat itu (Bush Sr.), teori Fukuyama tentang “akhir sejarah” dan “benturan peradaban” Huntington mengungkapkan fenomena globalization atau globalizing tersebut, yang mana mereka yakin bahwa hal itu akan terbentuk dan berpusat di dunia Barat, khususnya Amerika Serikat, yang pada akhirnya akan mengarah pada penerimaan model demokrasi liberal oleh semua negara di dunia dan dominasi budaya, etika dan peradaban barat di seluruh jagat raya.
2. Pandangan Apokaliptik atau Upaya untuk Memenuhi Nubuatan Al-kitab
Sebuah gerakan yang sekarang lebih dikenal sebagai “Zionis Kristen”, “Penginjil” atau “Kristen Fundamentalis” di dunia -terutama di akhir-akhir ini-, dengan menghidupkan kembali dan mendorong nubuatan alkitab, yang mana mereka memulai sebuah upaya besar untuk menyebarkan, mempromosikan, dan mewujudkan keyakinan mereka di dunia. Menurut kelompok Kristen Protestan ini, janji Tuhan akan pemeliharaan-Nya di dunia ini akan melalui tujuh tahap; termasuk diantaranya ialah pembentukan Israel Raya, kembalinya orang-orang Yahudi ke Tanah Perjanjian, pembangunan kembali Kuil Sulaiman, perang nuklir yang besar (Armageddon), kembalinya Yesus Kristus, penegakan pemerintahan milenial-Nya dan berdirinya pemerintahan yang penuh dengan perdamaian dan keadilan.
Kelompok ini percaya bahwa dengan terjadinya pertempuran besar di akhir zaman (Armageddon), maka semua orang yang tidak percaya pada ajaran-ajaran Kristen fundamentalis tersebut –baik itu dari kalangan Yahudi, Kristen dan Muslim- akan binasa, dan hanya menyisakan mereka yang percaya pada cita-cita ini.
Ciri penting dari ajaran ini ialah mereka tidak akan cukup hanya memberikan interpretasi tertentu atas konsep-konsep keagamaannya, akan tetapi mereka juga mencoba menghadirkan dan merealisasikan satu proyek yang akan terjadi di masa depan yang tentunya harus berdasarkan dengan interpretasi mereka tersebut.
Pandangan apokaliptik umat Kristen Zionis -meski nampaknya apolitis-, namun justru telah menjadi isu politik yang sangat strategis yang seringkali disalahgunakan oleh para pemimpin Gedung Putih, mengingat hal itu dapat dikaitkan dengan hal-hal yang berbau religious. Sehingga hal itu menjadi alasan mereka untuk membenarkan kebijakan hegemonik dan agresif mereka di dunia dan dalam Hubungan Internasionalnya.
Dengan memperhatikan pada beberapa hal diatas dan dengan beberapa pertimbangan yang akan kita sebutkan di bawah, maka menjadi jelas bahwa di zaman sekarang, membahas masalah Mahdisme dan landasan teologisnya dilihat dari sisi politis adalah satu keharusan;
Pertama, hidup di dunia yang saat ini telah dipenuhi dengan teori-teori elit global baik dalam budaya, politik maupun ekonomi yang terus menyerang pemikiran dan tidak akan pernah berhenti sebelum mendominasi dan menguasai seluruh dunia, maka satu-satunya jalan yang dapat menghadapinya ialah dengan dengan memiliki analisis yang kuat dan solid yang berdasarkan pada ajaran-ajaran mendasar agama serta keyakinan yang didasari dengan sepenuh hati pada keunggulan milik sendiri atas orang lain. Dan keduanya tidak akan tercapai kecuali dengan pemahaman yang komprehensif tentang keyakinan pada “Imam Mahdi as” dan “budaya al-Intidzar (selalu bersabar menunggu kedatangan beliau as)”, yang hal ini sekaligus sebagai bentuk mengekspresikan pandangan Islam tentang “dunia masa depan dan masa depan dunia”.
Kedua, satu-satunya cara dalam mengkritiki secara ilmiah akan pandangan apokaliptik umat Kristen Zionis dan bertahan dari serangan-serangan budaya, politik, dan militer yang mereka lancarkan serta menggagalkan konspirasi mereka terhadap dunia Islam saat ini, ialah dengan menghadapkannya dengan keyakinan tak terpatahkan akan Mahdisme, yaitu satu keyakinan bahwa masa depan hanya akan dipimpin oleh Imam Mahdi as dan percaya bahwa Kristus justru akan mengikutinya setelah turun dari surga.
d) Aspek sosial
Al-intidzar atau “selalu bersiap menunggu kedatangan Imam Zaman as” sejatinya tidak hanya mencakup kehidupan individu dan kehidupan pribadi seseorang saja, namun tentunya juga mencakup pada semua aspek kehidupannya dalam kehidupan sosial; Artinya, sama seperti semua manifestasi kehidupan individu manusia, seperti hidup dan mati, bergerak dan berdiam diri, bertindak atau berdiam diri, bersepakat atau menolak, memilih seorang menjadi teman atau musuh….maka semua itu harus dilandaskan dan dipengaruhi oleh budaya al-Intidzar ini. Demikian juga semua hubungan sosial budaya, politik dan ekonomi. Kita harus jeli dan teliti sehingga kita dapat membedakan antara komunitas al-Intidzar (yang selalu siap menunggu kehadiran Imam Zaman as) dan komunitas yang tidak. Dengan kata lain, dalam komunitas al-Intidzar, maka sistem pendidikan, peraturan perundang-undangan pemerintah, perdagangan dan hubungan ekonomi, aturan arsitektur dan tata kota, hak dan kewajiban kewarganegaraan dan… maka semuanya harus didasarkan pada budaya al-Intidzar (semua itu harus diatur untuk tujuan demi mempersiapkan kemunculan Imam Mahdi as dan pembentukan pemerintahan yang adil).
Berdasarkan uraian di atas, maka sudah perlu bagi semua pengikut Syiah untuk mengetahui lebih banyak tentang ajaran-ajaran Mahdawiah dan memahami berbagai aspeknya, khususnya demi mempersiapkan landasan bagi terwujudnya masyarakat yang menanti kehadiran beliau as.
4. Teori-teori yang sudah ada berkenaan dengan Mahdawiyah
- Pandangan Teologis Historis
Dalam pandangan ini, terdapat tiga aspek kepribadian dan kehidupan Imam Mahdi as yang perlu disebutkan:
a- Pertama, Imam Mahdi as adalah hujatullah (otoritas Tuhan), sebagai penerus yang ke- dua belas dari para Hujjah Allah Swt lainnya yang sebelumnya telah diturunkan di muka bumi. Beliau adalah Imam keduabelas Syiah yang saat ini sedang ghaib.
b- Kedua, ia adalah tokoh yang telah disebutkan dalam sejarah akan kedua orang tua yang telah melahirkannya dan hidup dalam kurun waktu tertentu, selain itu beliau juga telah menghadapi berbagai permasalahan, beliau juga pernah berjumpa langsung dengan berbagai orang yang berbeda-beda dan menjadi rujukan sebagian orang saat di masa ghaibah sughranya.
c- Ketiga, bahwa Imam Mahdi as adalah penyelamat yang dijanjikan. Dengan kemunculannya, maka beliau akan menghancurkan semua bentuk manifestasi penindasan dan akan memenuhi dunia dengan keadilan.
Dengan sebab inilah mengapa dalam sebagian besar kitab yang mempelajari tentang kepribadian dan aspek eksistensial Imam Mahdi as dari sudut pandang teologis historis, maka kita akan banyak menemukan topik yang serupa –yang beberapa diantaranya yang paling penting adalah sebagai berikut-: Perlunya keberadaan Hujjatullah (utusan Allah Swt) dalam setiap masa dan zaman, pembuktian akan kelahirannnya, bukti dan dalil-dalil ke-Imamah-annya, sifat dan karakteristik pribadinya, alasan kegaibannya, rahasia umur panjang beliau, berbagai mukjiat beliau, pesan-pesan beliau, tanda-tanda kemunculan beliau, dan …
B) Pandangan Sosial Budaya
Setelah menerima semua prinsip yang diterima oleh pandangan teologis historis akan kelahiran, kegaiban dan kemunculan hujjah Allah yang terakhir (yaitu Imam Mahdi as) yang telah dibuktikan berdasarkan bukti-bukti rasional dan naratif yang sangat meyakinkan dan tidak perlu dipertanyakan lagi, maka dalam pandangan ini Imam Mahdi as adalah seorang hujjah Allah Swt bagi seluruh umat, sehingga beliau adalah seorang Imam dimana semua mukmin memiliki tugas dan tanggung jawab khusus terhadapnya di zaman sekarang. Pandangan ini berusaha untuk menjadikan “Mahdawiyah” dan “Al-Intidzar” sebagai dasar untuk membangun semua hubungan budaya, politik dan ekonomi umat Islam di masa kegaiban beliau as; yang tentu semua itu dapat membebaskan umat Islam dari budaya dan peradaban Barat dan sekaligus sebagai sebuah cara bagi orang-orang mukmin dalam menghadapi fitnah dan kerusakan di akhir zaman.
5. Pengaruh Mahdawiah dan Kebutuhan Saat Ini
Dari apa yang telah disebutkan diatas, di zaman sekarang ini –yang mana antusiasme dalam menanti kedatangan Imam Mahdi as serta keinginan besar untuk mengetahui hujjah Allah Swt yang terakhir secara lebih dalam ini telah menyebar di semua lapisan masyarakat, terutama generasi muda-, maka tentunya perlu bagi kita untuk menerbitkan sebuah karya yang tentunya disamping harus sesuai atau didasarkan pada prinsip dasar yang diterima dalam pandangan teologis sejarah -sehingga akan dapat menjawab permasalahan-permasalahan yang terkait dengan bahasa dan sastra yang sesuai dengan kebutuhan saat ini-, juga tentunya harus sejalan dan sesuai dengan standar yang diterima dalam perspektif sosial budaya -dengan menghadirkan kepercayaan pada Imam Mahdi as dan mengajarkan makna al-Intidzar (menunggu kehadiran beliau as) pada masyarakat kita sekarang-.
Oleh: Dr. Abdolmajid Hakim Elahi