ICC Jakarta – Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Said Aqil Siroj secara tegas menolak rencana pemerintah yang menjadikan industri minuman keras keluar dari daftar negatif investasi. Kiai Said menegaskan bahwa di dalam Al-Quran telah jelas mengharamkan miras karena menimbulkan banyak mudarat. Ia kemudian mengutip surat Al-Baqarah ayat 195.
“Kita sangat tidak setuju dengan Perpres terkait investasi miras. Dalam Al-Qur’an dinyatakan wa laa tulqu biaidikum ilattahlukah (dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri dalam kebinasaan),” kata Kiai Said, Senin (1/3). Lebih lanjut ia mengatakan, kebijakan pemerintah harus mendatangkan kemaslahatan bagi masyarakat. Sebagaimana kaidah fikih yang kerap disebutkan yakni tasharruful imam ala raiyyah manutun bil maslahah (kebijakan pemimpin harus didasarkan pada kemaslahatan rakyat).
“Karena agama telah tegas melarang, maka harusnya kebijakan pemerintah itu menekan konsumsi minuman beralkohol, bukan malah didorong untuk naik,” ujar Pengasuh Pesantren Luhur Al-Tsaqafah Ciganjur, Jakarta Selatan ini. Bahaya dan dampak negatif yang ditimbulkan dari minuman keras harus dicegah dan tidak boleh ditoleransi. Kiai Said mengutip kaidah fikih yang lain. Dinyatakan, ar-ridha bissyai-in ridha bimaa yatawalladu minhu (rela terhadap sesuatu berarti rela terhadap hal-hal yang keluar dari sesuatu itu). “Kalau kita rela terhadap rencana investasi miras ini, maka jangan salahkan kalau nanti bangsa kita rusak,” ucapnya. Sebagaimana diketahui, Presiden Joko Widodo telah menerbitkan Perpres Nomor 10 Tahun 2021 tentang Bidang Usaha Penanaman Modal. Perpres tersebut merupakan turunan UU Cipta Kerja.
Salah satu hal yang jadi sorotan dalam Perpres itu adalah pembukaan keran investasi miras. Dalam aturan itu, investasi miras boleh dilakukan di Papua, NTT, Bali, dan Sulut. Perpres itu juga membuka peluang investasi serupa di daerah lain.
Sebelumnya, Sekretaris Jenderal PBNU H Ahmad Helmy Zaini juga telah mengutarakan tanggapan mengenai Perpres itu. Ia menegaskan bahwa sikap PBNU tidak berubah sejak 2013 lalu. “Sikap kami tetap tidak berubah sejak 2013, saat pertama kali aturan ini digulirkan pada zaman Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). PBNU tetap menolak investasi minuman keras dibebaskan. Sebab Indonesia ini bukan negara sekuler,” tegasnya. Lebih lanjut ia menegaskan, Indonesia adalah negara Pancasila yang berketuhanan. Karena itu, dalam berbagai peraturan yang dikeluarkan pemerintah dan semua perilaku masyarakat harus berpedoman dengan nilai-nilai agama. “Indonesia memang bukan negara agama, tetapi negara yang masyarakatnya beragama. Jadi soal investasi minuman keras ini perlu dipertimbangkan kemudaratannya,” tambah Kang Helmy, sapaan akrab pria kelahiran Cirebon, 48 tahun lalu ini. Jika yang menjadi pertimbangan adalah soal kearifan lokal, ia mengusulkan sebaiknya bisa dialihkan kepada produk-produk lain. Produk yang tidak mengandung alkohol. Sebab, mudaratnya lebih banyak daripada manfaatnya lantaran alkohol diharamkan dalam syariat Islam. Dalam menolak investasi tentang minuman keras ini, Helmy menegaskan bahwa PBNU tetap berpegang pada dalil-dalil agama.
Salah satunya dengan berpegang pada kaidah fikih yang masyhur di kalangan warga NU. “Dar’ul mafasid muqaddamun ala jalbil mashalih (mencegah kerusakan lebih diutamakan daripada mengambil kebaikan). Investasi adalah hal baik. Namun jika investasi itu mengandung unsur mudarat yang lebih membahayakan, maka tentu hal ini dilarang syariat,” tegas Helmy. Penolakan PBNU terhadap peraturan presiden terkait investasi minuman keras ini, lanjutnya, merupakan bentuk peringatan kepada pemerintah. Sebab NU sebagai bagian dari kekuatan masyarakat sipil bertujuan untuk senantiasa melaksanakan tugas untuk kebaikan bersama. “Kami ingatkan kepada pemerintah. Sebagai civil society, kami akan melaksanakan tugas kami untuk kebaikan bersama,” ucap Helmy.
Sumber: https://www.nu.or.id/