ICC Jakarta – Siapa yang menyangka, jika di bawah tumpukan pasir Jazirah Arab terdapat rahasia kuno yang menceritakan kisah orang-orang Arab. Dalam penelitian terbaru, temuan ukiran batu kuno dan temuan lainnya di semenanjung Arab, menunjukkan bahwa Arab adalah daratan yang dulunya berkembang dengan peradaban kuno.
Ilmuwan juga menemukan bukti akar sejarah orang Arab sudah ada sejak lebih dari 120 ribu tahun yang lalu. Dr. Salma Hawsawi, profesor sejarah kuno di King Saud University, mengatakan, lokasi geografis Semenanjung Arab berada di pusat dunia kuno – Asia, Afrika, dan Eropa. Wilayah ini diketahui menjadi sumber peradaban kuno dengan keuntungan tambahan untuk menghubungkan Timur dan Barat saat itu.
Dia menjelaskan, pada awal milenium pertama SM, Jazirah Arab bagian selatan menjadi saksi kebangkitan beberapa kerajaan dan peradaban, seperti Ma’in, Hadramout, Awsan, Qataban, Sheba, dan Himyar. Tak hanya itu, letaknya yang strategis sangat mendukung berkembangnya perdagangan. Begitu pula peradaban yang menguasai jalur perdagangan darat dan laut.
Saat itu, Kerajaan di utara dan barat laut Jazirah Arab adalah Dadan, Lihyan, Nabatea, Kerajaan Palmyrene, Tayma, dan Qedar tumbuh subur di sekitar periode yang sama. Sedangkan di wilayah timur semenanjung, kerajaan Dilmun dan Magan, Gerrha dan Thaj aktif. Di wilayah tengah terdapat peradaban Al-Magar serta Qaryat Al-Faw.
Hawsawi menjelaskan bahwa Kerajaan, yang menempati sekitar sepertiga dari Jazirah Arab, memiliki bukti penuh arsitektur dan bukti tertulis. Dari bangunan hingga prasasti dan gambar batu.
Dia mencatat, lukisan batu telah ditemukan di Hail, benteng kuno di Tabuk yang berasal dari 3500 SM, istana Fadak dan benteng Khaybar, Kastil Marid di Dumat Al-Jandal yang berasal dari abad pertama Masehi dan kuburan kuno.
Bahkan, patung di lokasi-lokasi itu beberapa di antaranya diketahui masih utuh. Termasuk, boneka, dekorasi relief dan tembikar.
“Jika barang-barang yang disebutkan di atas tidak cukup, kita masih memiliki bukti Kakbah Suci, yang merupakan tempat peribadahan tertua di dunia.” ujar dia dikutip dari Arab News, Ahad (20/12).
Kerajaan Saudi, kata dia, telah menyadari warisan budaya tersebut. Berbagai upaya dilakukan, salah satunya adalah mendirikan Kementerian Kebudayaan pada tahun 2018 lalu.
Ke depan Arab Saudi ia nilai akan terus berupaya menggali situs arkeologi internasional. Khususnya, mengenai penemuan terbaru, tentang jejak kaki manusia, gajah, dan hewan pemangsa di sekitar danau kering di Tabuk, di barat laut Kerajaan, yang berusia lebih dari 120 ribu tahun.
Sementara itu, Marwan Shuaib, profesor Sejarah Kuno di Universitas King Abdul Aziz mengatakan sarjana Barat telah sejak lama tertarik mempelajari peradaban di lokasi itu sejak dua abad lalu. “Wilayah Timur kuno memang kerap dianggap sebagai rumah dari peradaban pertama umat manusia,” ucap dia.
Bahkan, hal itu terjadi sejak kedatangan Prancis di bawah Napoleon di Mesir dan Levant (1798-1801 M). Kebutuhan untuk mempelajari dan menjelajahi wilayah penting ini meningkat seiring dengan ditemukannya Batu Rosetta, yang memudahkan para ilmuwan untuk menguraikan hieroglif.
Selain itu, kunjungan dari pelancong Barat ke Jazirah Arab juga semakin meningkat. Utamanya, saat penjelajah Swiss Johann Ludwig Burckhardt yang menemukan Petra pada tahun 1812, ibu kota Nabataean di Yordania selatan.
Penjelajah Inggris Charles Doughty yang mengunjungi Semenanjung Arab antara tahun 1908 dan 1909 dan menemukan batu yang terkenal, Tayma. Batu itu berisi informasi penting tentang tempat tinggal raja Babilonia, Nabonidus, di Tayma selama 10 tahun.
Penemuan itu, menurutnya juga telah menarik perhatian para cendekiawan pada sejarah kuno Jazirah Arab. “Raja Abdul Aziz memimpin jalan bagi para sarjana Barat untuk mempelajari arkeologi Jazirah Arab. Penjelajah Inggris John Philby, yang juga dikenal sebagai Abdullah Philby kemudian, berteman dengan raja dan diizinkan untuk berkeliling ke tanah Semenanjung Arab, di mana dia mengunjungi desa kuno Faw pada tahun 1949 M, di utara Najran,’’ kenangnya.
Dalam tulisan itu, kata dia, ada kawasan arkeologi yang mengandung banyak bukti sejarah penting. Sarjana Belgia, Ryckmans, juga mengunjungi Jazirah Arab pada 1951-1952 dan menyalin sejumlah besar prasasti. Kampanye eksplorasi, pengeboran, dan penggalian berturut-turut kemudian terjadi di area arkeologi Jazirah Arab.
“Studi arkeologi juga telah mengungkapkan banyak daerah arkeologi di Jazirah Arab, misalnya Dumat Al-Jandal, yang disebutkan dalam sumber-sumber alkitab kuno sebagai benteng Dumat Bin Ismail, yang berarti bahwa itu berasal dari abad ke-10 SM,” ungkapnya.