Ujub Orang-orang yang Tidak Beriman
Orang kafir, munafik, musyrik, dan atheis memiliki sifat dan watak buruk, ahli maksiat dan dosa. Adakalanya sampai pada tingkat mengagumi dan ujub dengan semua kekufuran dan keburukan itu, mengira diri mereka berjiwa bebas dan terbuka, tidak bertaqlid dan terlepas dari takhayul. Orang-orang ini memandang diri mereka sebagai manusia-manusia pemberani dan pendobrak, sembari menyangka bahwa keimanan kepada Allah Swt adalah ilusi dan kepatuhan terhadap Syariat adalah kerapuhan dan kesempitan pikiran.
Mereka menganggap sikap dan watak yang baik sebagai tanda kelemahan jiwa dan pribadi. Mereka memandang semua amal baik, ritus, dan ibadah sebagai akibat dari lemahnya persepsi dan kurangnya kecerdasan, sementara Mereka melihat diri merekalah yang patut mendapat pujian dan aplaus karena tidak meyakini khurafat dan tidak peduli pada aturan-aturan syariat.
Sifat buruk dan bejat telah berurat akar dalam hati mereka memenuhi mata dan telinga mereka, sehingga mereka melihat semua keburukan itu sebagai kebajikan dan kesempurnaan. Begitulah yang dikemukakan di dalam hadis berikut, “Ujub terdiri atas beberapa derajat, di antaranya adalah ujub yang memperindah perbuatan buruk pada manusia sehingga ia menganggapnya sebagai perbuatan baik.” hadis ini mengacu pada ayat al-Quran yang menyatakan:
“Dan bagaimana dengan orang yang diperlihatkan perbuatan buruknya sehingga ia melihatnya sebagai kebaikan? [QS. al-Fathir: 8]
Kalimat “ia merasa berbuat baik” dalam hadis di atas merujuk pada ayat-ayat berikut:
Katakanlah, “Apakah akan Kami beritahukan kepadamu tentang orang-orang yang merugi perbuatannya?” Orang-orang yang telah sia-sia perbuatannya dalam kehidupan di dunia ini sedangkan mereka menyangka bahwa mereka berbuat sebaik-baiknya. Mereka itu orang-orang yang kufur terhadap ayat-ayat Tuhan mereka dan terhadap perjumpaan dengan-nya; maka hapuskanlah amalan-amalan mereka dan kami tidak menghitung amalan-amalan tersebut pada hari kiamat. [QS. al-Kahfi: 103-105]
Orang seperti itu yang sebetulnya adalah orang-orang bodoh yang merasa pandai, mereka adalah kelompok manusia yang paling menyedihkan dan makhluk yang paling malang. Dokter-dokter ruhani tidak akan mampu menyembuhkan mereka. Tidak ada dakwah atau nasihat yang dapat mempengaruhi mereka. Bahkan semua nasihat itu malah mungkin menimbulkan pengaruh yang bertentangan. Mereka tidak mau mendengarkan argumen apapun, mereka tidak mempedulikan bimbingan para Nabi, argumen para filosof dan ajaran orang-orang bijak. Kita harus berlindung kepada Allah Swt dari kejahatan diri dan berbagai tipu daya yang menarik manusia dari dosa kepada kekufuran dan dari kekufuran kepada ujub.
Diri [nafs] dan setan dengan meremehkan sejumlah maksiat menyeret manusia untuk berbuat maksiat. Dengan menanamkan satu maksiat ke dalam hati dan merendahkan nilai dosanya di mata kita, diri dan setan menyeret manusia untuk melakukan maksiat lain yang lebih besar daripada yang pertama. Setelah melakukan maksiat kedua ini berulang-ulang, maksiat itupun akan kehilangan bobotnya dan tampak ringan semata, sehingga ia tak ragu melawan dosa yang lebih besar lagi.Dengan begitu selangkah demi selangkah setiap dosa besar menjadi ringan di matanya dan hukum Allah diremehkan, lalu semua aturan syariat dan undang-undang Ilahi menjadi tidak berarti dihadapannya. Puncaknya pelan-pelan ia akan terseret pada kekufuran, kemurtadan dan kekaguman pada semua. Kita akan membahas ini pada bagian selanjutnya.
Halusnya Tipu Daya Diri dari Setan
Seperti korban ujub dalam kemaksiatan yang bergerak maju selangkah demi selangkah sehingga sampai pada derajat kekufuran dan kemurtadan, demikian pula para korban ujub dalam ibadah bergerak dari tingkat ujub yang rendah menuju ke tingkat yang lebih parah. Tipu daya diri dan setan dalam hati dijalankan melalui rencana yang matang. Tidak mungkin setan mempengaruhi kalian yang bertakwa dan takut kepada Allah Swt untuk melakukan dosa membunuh atau berzina. Ia juga tidak mungkin mengusulkan kepada orang yang mulia dan berjiwa bersih untuk mencuri atau merampok.
Demikian pula setan dan tidak akan mempengaruhimu sejak awal untuk memandang perbuatan baikmu sebagai keuntungan bagi Allah Swt atau untuk memasukkan dirimu ke dalam kelompok kekasih, wali dan orang-orang yang dekat dengan Allah Swt. Pada mulanya ia akan memulai pada tingkat yang paling bawah dan merekah jalan kecil ke dalam hatimu, dengan mendorongmu untuk berjihad melaksanakan ibadah-ibadah sunnah membaca zikir dan wirid. Dalam tahap itu ia akan mengarahkan perhatianmu kepada dosa orang dan mendorongmu untuk membandingkannya dengan perbuatanmu sendiri. Lalu ia akan membisikkan ke telingamu bahwa kau sudah cukup punya dasar-dasar rasional maupun agama untuk memandang dirimu lebih unggul daripada orang-orang lain. Dengan demikian perbuatan baikmu itu akan menjadi sumber keselamatanmu dan bahwa dengan rahmat Allah Swt engkau akan menjadi orang saleh dan bebas dari segala keburukan.
Dengan sugesti-sugesti itu iblis mencapai dua hal; pertama, yang menanamkan prasangka buruk dalam hatimu kepada hamba-hamba Allah yang lain. Kedua, ia membuatmu ujub dengan dirimu. Kedua sifat ini merupakan bagian dari perusak amal [muslikat] dan sumber keburukan [mafasid].
Pada titik ini katakan kepada dirimu dan setan bahwa mungkin saja orang yang berdosa itu memiliki berbagai kebaikan dan amalan yang menjadikannya terliputi oleh rahmat Allah yang luas dan Allah menjadikan hamba-Nya berbagai kebaikan dan amalan yaitu sebagai penyuluh baginya sehingga ia akan terbimbing pada kesudahan yang baik [husn al akibah] Mungkin Allah Swt menimpakan dosa itu kepadanya untuk melindunginya dari ujub yang lebih buruk daripada kebanyakan dosa lain. Dalam sebuah hadits di al-Kafi dikatakan:
Al Imam Jafar Shadiq as berkata, “Sesungguhnya Allah mengetahui bahwa dosa itu lebih baik bagi Mukmin daripada ujub. Jika tidak Dia tidak akan pernah menimpakan dosa kepada seorang mukmin.
Mungkin justru karena prasangka buruk kepada orang lain ini perbuatanmu akan berakibat akhir yang buruk buatmu. Syaikh arif yang sempurna Sahabadi –semoga nyawaku menjadi tebusannya– pernah mengatakan “Janganlah engkau mencatat orang lain dalam hatimu sekalipun ia orang kafir. Mungkin saja cahaya fitrah dalam hatinya akan memberinya hidayah, sementara penghinaan dan cacianmu kepadanya membawamu menuju akibat yang buruk. Amar makruf dan nahi mungkar berbeda sama sekali dengan penghinaan dalam hati.”
Ia bahkan berkata, “Janganlah pernah mengutuk orang kafir yang tidak diketahui keadaannya saat ia meninggalkan dunia ini, mungkin saja mereka meninggalkan dunia setelah mendapatkan hidayah setelah kekuatan rohani yang mereka dapat menghalangi kemajuan rohanimu sendiri.”
Bagaimanapun, waspadalah pada iblis dan diri [nafs] yang membuat manusia masuk ke tingkat awal ujub dan dari sini pelan-pelan membawa kalian ke tingkat ujub yang lebih tinggi. Lalu derajat ujub itu bertambah sehingga manusia sampai pada tingkat merasa bahwa ia telah memberikan keuntungan dan sumbangan pada Allah Sang Pemberi Nikmat dan Pemilik Segala Sesuatu melalui keimanannya dan berbagai amalnya. Dengan begitu segenap amal yang akan sampai ke dasar yang paling bawah.
Arbain alhadis imam khomeini
ahlulbaitindonesia