Langkah pertama yang harus kita lakukan adalah memperhatikan poin
berikut, bahwa tidak ada urgensitas bahwa wahyu Ilahi itu harus
diturunkan dengan bahasa yang paling sempurna, sebagaimana kita juga
bisa menyaksikan sebagian dari kitab-kitab langit telah diturunkan
dengan bahasa selain Arab.
Dari sisi lain, menganalisa secara jeluk
struktur sebuah bahasa dan mengkomparasikannya dengan bahasa-bahasa yang
lain, selain harus berada di bawah keahlian para cendekiawan ilmu-ilmu
Islam, juga harus dianalisa dari perspektif para ahli linguistik. Secara
sepintas dalam kitab-kitab dan dunia maya, kita bisa menyaksikan dengan
baik adanya perbedaan-perbedaan teori di kalangan para ahli lingusitik
berkaitan dengan masalah ini.
Sebagian menganggap kebergantungan
makna bahasa Arab dengan perubahan-perubahan kalimatnya merupakan sebuah
hal yang baik, sebagian yang lain menganggap bahwa peng-i’rab-an
(pemberian tanda baca) yang ada dalam bahasa ini telah menempatkannya
sebagai sebuah bahasa yang sulit.
Namun bagaimanapun, bahasa Arab
memiliki karakteristik-karakteristik yang menarik dalam menyampaikan
makna dan konteks sastra, oleh karena itu banyak kalangan penyair Arab
dan Persia yang memanfaatkan bahasa yang tidak bisa diingkari kelayakan
dan kapabilitasnya ini.
Dalam Al-Quran pun, pada banyak kasus yang
mengisyarahkan pada ke-Arab-an al-Quran, menurut penjelasan para
cendekiawan linguistik Arab[1], yang dimaksud dengan ke-Arab-an al-Quran
di sini adalah kefasihan dan interpretasinya yang jelas: “(Ialah)
Al-Qur’an dalam bahasa Arab yang tidak ada kebengkokan (di dalamnya)
supaya mereka bertakwa.”[2]
Sementara itu, dalam kaitannya dengan
diturunnya Al-Quran dalam bahasa Arab, hal ini berkaitan dengan kondisi
negeri tempat diturunannya wahyu ini dan karakteristik-karakteristik
yang dimiliki oleh penduduknya. Karena demikianlah sunatullah,
sebagaimana Dia berfirman, “Dan jika Kami jadikan Al-Qur’an itu suatu
bacaan dalam selain bahasa Arab, tentulah mereka mengatakan, “Mengapa
jelas ayat-ayatnya? Apakah (patut Al-Qur’an) dalam bahasa asing, sedang
(rasul adalah orang) Arab?” Katakanlah, “Al-Qur’an itu adalah petunjuk
dan penawar bagi orang-orang yang beriman. Dan pada telinga orang-orang
yang tidak beriman terdapat sumbatan, sedang Al-Qur’an itu suatu
kegelapan bagi mereka. Mereka itu adalah (seperti) orang-orang yang
dipanggil dari tempat yang jauh.”[3]
Dari perspektif riwayat pun
tidak pernah ada anggapan bahwa bercakap dengan bahasa Arab dianggap
sebagai sebuah kemuliaan, bahkan memperlihatkan kesombongan karena
ke-Arab-an dianggap sebagai sebuah hal yang tercela[4], dan dijelaskan
bahwa “Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah
ialah orang yang paling bertakwa”.[5]
Jikapun sebagian dari
perspektif hadis, bahasa Arab dianggap sebagai sebuah bahasa yang lebih
baik dari bahasa-bahasa lainnya, akan tetapi secara lahiriah hal ini
dikarenakan bahasa ini merupakan bahasa yang dipergunakan oleh para
penghuni surga. Kendati tidak ada pemahaman yang detail mengenai riwayat
ini, akan tetapi tidak bisa dikatakan bahwa bahasa Arab sebagai sebuah
bahasa dengan struktur yang lebih baik.[6]
[1]. Raghib Ishfahani, Mufradat Alfâzh Al-Qurân, hlm. 557,
Darulqalam, Beirut, cetakan pertama; Mushtafawi, Hasan, At-Tahqîq fî
Kalimati al-Qurân al-Karîm, jil. 8, hlm. 74, Dar al-Kutub al-‘Alamiyah,
Markaz Nasyr Atsar Alamah Mushtafawi, Beirut – Kairo – London, cet.
Ketiga.
[2]. (Qs. Al-Zumar [39]: 28)
[3]. (Qs. Fushilat [41]: 44)
[4].
Kulaini, Muhammad bin Ya’qub, Al-Kâfî, diedit oleh Ghaffari dan
Akhundi, jil. 8, hlm. 246, Darul Kutub Al-Islamiyah, Teheran, 1407 H.
[5]. (Qs. Al-Hujurat [49]: 13).
[6].
Hanya dalam satu riwayat marfu’ dalam kitab tertentu yang telah
menukilkan dari Rasulullah Saw yang mengisyarahkan terhadap keungulan
bahasa yang dipergunakan oleh Rasul, tentunya, tampaknya yang dimaksud
di sini adalah dialek Quraish. Bagaimanapun dari riwayat ini tidak bisa
diambil kesimpulan yang pasti seperti ini. Mufid, Muhammad bin Muhammad,
Ikhtishâh, diedit oleh Ghaffari wa Muharrami, hlm. 187, Al-Mawatir
al-‘Alimi Lialfiyah Al-Syaikh Al-Mufid, Qom, 1413 HQ.