ICC Jakarta – Memasuki abad kedua, Muhammadiyah senantiasa terus memelihara tradisi keilmuan yang dikembangkan KH. Ahmad Dahlan sejak awal. Bagi Muhammadiyah, memajukan kehidupan peradaban adalah dengan ilmu. Karenanya, pendidikan menjadi prioritas.
Hal tersebut disampaikan Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Haedar Nashir ketika ditemui selepas menghadiri acara pelantikan Rektor Institut Teknologi dan Bisnis (ITB) Ahmad Dahlan Sabtu (19/1).
Haedar menjelaskan bagaimana Persyarikatan yang bercorak pembaharu ini bisa tetap eksis, karena dari dulu sampai saat ini tetap konsisten dengan sikap kritis terhadap realitas sosial dan menjawabnya dengan gerakan nyata.
Dalam membangun gerakan sosial, Muhammadiyah kata Haedar, tidak lepas dari diskursus di dalamnya.
“Tradisi berdiskusi bukan hal baru di Muhammadiyah,” jelas Haedar.
Hal itu katanya, sudah biasa dilakukan oleh KH. Ahmad Dahlan. Bahkan dialog itu tidak hanya dilakukan sebatas dengan sesama umat Islam, tetapi juga dengan berbagai golongan agama maupun paham yang berbeda.
Berdialog dengan orang yang berbeda keyakinan tidak selalu berarti bersepaham. Kader Muhammadiyah, diharapkan terbuka terhadap berbagai perbedaan pemikiran sebagai sebuah tradisi keilmuan.
“Muhammadiyah itu sejak awal selalu menjunjung tinggi keilmuan,” kata Haedar.
Al-Quran dalam surah Az-Zuamar ayat 18 telah mengajarkan kepada kita terbuka terhadap perbedaan pendapat untuk kemudian mengambil yang terbaik.
Dalam memelihara tradisi akal itulah maka Muhammadiyah selalu terbuka terhadap berbagai pemikiran. Menyikapi terhadap adanya penolakan kegiatan keilmuan karena perbedaan paham ini, Haedar Nashir menegaskan tidak boleh ada di Muhammadiyah sebuah kegiatan keilmuan yang dihalang-halangi karena alasan perbedaan paham.
“Tidak boleh lagi ada kegiatan keilmuan di Muhammadiyah yang dihalangi,” tegasnya.