ICC Jakarta – Pesantren Mahasiswa Buya Hamka (RUSUNAWA UHAMKA) mengadakan kegiatan Muhadhoroh Akbar tahun ajar 2018/2019. Kegiatan ini diselenggarakan di Auditorium Ahmad Dahlan, FKIP UHAMKA, Jakarta, Selasa (25/12). Kegiatan Muhadhoroh Akbar tersebut, mengusung tema “Lestarikan Budayamu, Kembangkan Bakatmu, untuk Merajut Indonesia Berkemajuan”.
Pada kegiatan Muhadhoroh ini, Winda Teja, Ketua Pelaksana melaporkan bahwa peserta kegiatan ini di hadiri oleh 164 peserta dari seluruh Santri Pesantren Buya Hamka, ditambah pimpinan, staff pembinaan dan tamu undangan, termasuk para alumni. “Sesuai tema yang diusung, pada kegiatan ini berisi penampilan-penampilan kreasi seni, dan bakat-bakat dari para santri, seperti penampilan pidato lima bahasa, marawis, paduan suara, tari tradisional, drama, lenong, tari daerah, dan penampilan-penampilan pendukung lainnya,” kata dia.
Ketua Pesantren Mahasiswa Buya Hamka UHAMKA yang juga Ketua Majelis Pendidikan Kader (MPK) Pimpinan Wilayah Muhammadiyah DKI Jakarta, Irwan Baadilla, menjelaskan dalam pidatonya bahwa di era Revolusi Industri 4.0 seperti sekarang generasi muda mesti siap dalam merespon kemajuan zaman, jangan pula antipati dan harus mampu mengendalikan kemajuan ini.
Ia mengimbau generasi mufa untuk mengambil sisi positifnya dan tidak terjebak dalam dimensi negatif Revolusi Indistri 4.0. “Di zaman serba canggih seperti sekarang, kemampuan verbal; pengetahuan dan keterampilan bukan lagi menjadi sesuatu yang luar biasa. Karena hal itu hanya bagian dari upaya refleksi manusia, seiring perkembangan kognitifnya dalam upaya merespon perkembangan zaman. Justru yang terpenting adalah kemampuan Insting, kemampuan ini merupakan kemampuan diluar rasionalitas manusia. Kemampuan ini juga merupakan semangat dari Man Jadda Wa Jadda, atau dalam teori nilai dalam pendidikan sering disebut nilai-nilai kejuangan. Sederhananya apa yang saudara cita-citakan yakinlah itu akan terwujud, tentunya dengan kerja keras dan kerja cerdas,” ungkap Irwan.
Irwan juga menambahkan bahwa dalam proposisi Islam mesti hati-hati dalam menerjemahkan istilah budaya. “Jangan sampai tertukar, dia menegaskan, yang benar itu budayanya yang harus masuk dalam bingkai Islam, bukan sebaliknya Islam yang dibungkus dalam bingkai budaya, itu keliru,” ujarnya.
“Semoga kegiatan ini mampu melahirkan santri-santri yang bukan hanya mumpuni dalam konteks verbal, juga instingnya berkemajuan. Kuncinya kuatkan niat, teguhkan diri, dan pastikan saudara sekalian berhasil,” pungkasnya.
Sumber: Muhammadiyah.or.id