ICC Jakarta – Mesin perang yang disulut Arab Saudi di Yaman tersebut hingga kini belum ada indikasi akan usai. Berlanjutnya perang berdarah ini menimbulkan penderitaan berkepanjangan bagi orang-orang Yaman, terutama perempuan dan anak-anak.
Itulah sebabnya para pemimpin dunia seperti Sekjen PBB, Antonio Guterres menilai kondisi yang terjadi di Yaman sebagai tragedi kemanusiaan terbesar saat ini di dunia.
Kelaparan dan Wabah Penyakit
Kelaparan menjadi masalah paling utama yang dihadapi anak-anak Yaman saat ini. Saking tingginya tingkat kelaparan yang mereka hadapi, anak-anak Yaman hidup dengan sedikit daging dan kulit yang menempel di tulang belulang yang menonjol keluar.
Para ibu di Yaman Utara terpaksa memberikan daun pohon anggur kepada anak-anaknya demi menyelamatkan mereka dari kelaparan akut.
Wartawan The Associated Press yang telah mengunjungi distrik Aslam di Provinsi Hajjah dalam laporannya hari Sabtu (15/9/2018) menulis, “Di daerah terpencil Yaman Utara, banyak keluarga tidak memiliki apapun untuk anak-anak mereka yang kelaparan, kecuali daun pohon anggur lokal.”
Pusat kesehatan utama di Aslam dibanjiri puluhan anak-anak yang kurus kering dan mereka berada pada tahap terburuk malnutrisi. Tahun ini saja, sedikitnya 20 anak meninggal dunia karena kelaparan di Provinsi Hajjah. Namun jumlah sebenarnya kemungkinan jauh lebih tinggi.
Menurut The Associated Press, di sebuah desa di dekatnya, seorang gadis berusia 7 bulan (Zahra), menangis dan memberi isyarat kepada ibunya agar memberinya makan. Namun, ibunya justru kekurangan gizi dan sering tidak dapat menyusui putrinya itu.
Walid al-Shamshan, kepala bidang gizi Kementerian Kesehatan di Hajjah mengatakan, dalam enam bulan pertama tahun 2018, provinsi ini mencatat 17.000 kasus kekurangan gizi akut.
Arab Saudi dan sekutunya tidak hanya menyerang Yaman, tetapi juga memblokade negara tersebut dari darat, laut dan udara. Agresi ini membuat Yaman kekurangan makanan dan obat-obatan yang parah.
Tahun lalu, UNICEF dalam sebuah laporan menyatakan, sekitar 3,3 juta orang, termasuk 2,2 juta anak-anak di seluruh Yaman menderita gizi buruk akut.
Mereka termasuk hampir setengah juta anak di bawah usia lima tahun dengan malnutrisi akut. Fenomena ini sebagai akibat dari perang dan krisis ekonomi, yang telah mempengaruhi bidang kesehatan di Yaman selama satu dekade lalu.
Menurut UNICEF, infrastruktur kesehatan yang porak-poranda akibat agresi, menyebabkan anak-anak Yaman menderita gizi buruk dan meninggal dunia. Sekitar tujuh persen dari anak-anak meninggal sebelum usia lima tahun akibat dari kehancuran infrastruktur kesehatan publik Yaman.
Sebelum ini, Kementerian Kesehatan Yaman menyuarakan kekhawatiran atas merebaknya berbagai penyakit menular di kota-kota seluruh Yaman. Wakil Menteri Kesehatan Yaman, Abdul Salam al-Madani mengumumkan bahwa 415 fasilitas kesehatan dan sanitasi di Yaman telah hancur akibat serangan jet tempur Arab Saudi, dan 70 persen kapasitas sektor kesehatan tidak dapat digunakan.
Ketua Komite Komite Palang Merah Internasional (ICRC), Alexander Fit, mengatakan, sekitar 2.000 warga Yaman meninggal dalam enam bulan terakhir karena diare akut dan kekurangan air minum.
UNICEF dalam laporan yang berjudul “Jika Tidak Berada di Sekolah” menyebutkan 1,8 juta anak Yaman, dan 1,1 juta perempuan termasuk perempuan yang hamil menderita gizi buruk. Jumlah tersebut naik 128 persen dibandingkan akhir tahun 2104.
Korban Tewas dan Cedera
Dana Anak-anak PBB (UNICEF) baru-baru ini dalam laporannya menyatakan lebih dari lima ribu anak Yaman sejak awal agresi Arab Saudi ke negara ini hingga kini tewas dan cedera. Sekitar 11 juta anak hidup di Yaman hampir seluruhnya membutuhkan bantuan kemanusiaan.
Triwulan pertama sejak meletusnya perang Yaman pada Agustus 2015 menunjukkan sebanyak 398 anak Yaman dan 60 anak terluka. Laporan UNICEF Agustus 2016 menunjukkan 1.121 anak Yaman teas dan 1.650 lainnya terluka.
Pusat Studi Hukum dan Pembangunan Yaman yang berbasis di Sanaa dalam laporan 1.000 hari perang Yaman menyebutkan sebanyak 131.603 orang tewas. Dari jumlah ini, 2.722 orang adalah anak-anak.
Jumlah tersebut mengalami peningkatan signifikan dengan terjadinya penyerangan yang dilakukan rezim Al Saud terhadap bus yang ditumpangi anak-anak di provinsi Saada yang menyebabkan lebih dari 120 orang tewas dan cedera.
Selain menimbulkan korban tewas dan cedera, perang yang dikobarkan Arab Saudi dan sekutunya di Yaman menyebabkan sekitar tiga juta warga Yaman terlantar dan harus menyelamatkan diri dengan meninggalkan tempat tinggalnya ke daerah lain dan luar negeri.
Masa Depan yang Suram
Bagaimanapun berlanjutnya perang menyebabkan anak-anak kehilangan masa depan yang cerah, karena tidak mendapatkan kesempatan untuk sekolah dan menata hari depan yang lebih baik dengan pendidikan.
Laporan UNICEF pada Maret 2018 menunjukkan bahwa lebih dari dua juta anak Yaman putus sekolah. Selain itu, tiga perempat gaji guru yang tidak dibayar menyebabkan empat juta setengah anak-anak terancam putus sekolah.
Laporan organisasi PBB urusan anak-anak ini juga menyinggung lebih dari 4.500 sekolah tidak bisa dipergunakan karena hancur akibat serangan agressor Arab yang dipimpin rezim Al Saud. Sekitar tujuh persen sekolah menjadi tempat pengungsian.
Laporan ini menyodorkan sebuah pertanyaan mendasar yang menjadi judul utamanya, jika anak-anak itu tidak berada di sekolah, lalu mereka berada di mana ?.
Berdasarkan laporan Maret 2015, sebanyak 2.416 anak laki-laki direkrut menjadi tentara. Sedangkan tiga perempat perempuan berusia di bawah 18 tahun terpaksa menikah. Dari jumlah tersebut, 44,5 persen berusia di bawah usia 15 tahun.
Menyikapi berlanjutnya kondisi krisis Yaman yang semakin memburuk saat ini, wakil UNICEF urusan Yaman, Meritxell Relano menyatakan, satu generasi anak Yaman menghadapi masa depan yang suram karena pendidikan mereka terputus, bahkan mereka yang masih melanjutkan pendidikan dasar sekalipun tetap tidak mendapatkan pendidikan yang layak.
Gangguan Mental
Dampak perang Yaman yang disulut Arab Saudi dan sekutunya, terutama Uni Emirat Arab dan AS tidak hanya menyebabkan kelaparan, kematian maupun kerusakan fisik hingga cacat bagi anak-anak Yaman, tapi juga menimbulkan gangguan mental.
Masalah lain yang dihadapi anak-anak Yaman adalah kehilangan anggota keluarganya. Ada yang kehilangan kedua orang tuanya, ada yang salah satunya saja, dan ada juga yang kehilangan saudara dan keluarga dekat mereka yang menjadi korban serangan pasukan agresor Arab yang dipimpin rezim Al Saud.
Masalah ini menimbulkan dampak psikologis yang tidak kecil terhadap anak-anak Yaman. Para psikolog menyebutnya sebagai gangguan mental pasca perang yang menimpa anak-anak Yaman.(PH/Pars Today)