ICC Jakarta – Bagi yang suka melancong di tempat-tempat bersejarah, akan dibilang tidak sempurna bila belum menjejaki kota Tanjungpinang. Kota kecil di ujung utara provinsi Kepulauan Riau (Kepri) ini menyimpan sejuta ingatan masa lalu yang pernah menjadi bagian dari Kesultanan Riau abad 18.
Satu situs yang melegenda dan dikenal hingga seantreo dunia adalah Pulau Penyengat atau disebut juga pulau Mas Kawin. Sebuah pulau kecil yang berjarak sekitar 2 KM dari kota Tanjung Pinang yang bisa dijangkau dengan perahu kecil (pompong) yang membutuhkan waktu sekitar 10-15 menit dari pelabuhan.
Disebut sebagai pulau Mas Kawin karena dalam sejarahnya pulau ini merupakan mas kawin dari Sultan Mahmud Riau yang menikahi seorang permaisuri bernama Hamidah atau Engku Puteri (w. 1844) yang diangkat sebagai raja di tempat ini.
Jika anda ingin menelusuri pulau ini, persiapkan kamera dan handycam, atau kalau perlu buku catatan kecil agar bisa merekam seluruh bukti-bukti sejarah yang terhampar di sepanjang pulau mungil ini.
Untuk menuju ke pulau ini, anda cukup naik perahu mesin (pompong) dengan membayar 15000 per orang yang akan ditempuh sekitar 10 menit. Dari pelabuhan Tanjungpinang, keindahan pulau Penyengat sangat nampak yang berjejer rumah-rumah di pinggir laut biru nan indah. Kondisi air laut tanpa ombak menjadikan perjalanan air terasa nyaman karena tidak ada gangguan gelombang.
Sesampainya di pelabuhan pulau Penyengat, ada tiga tempat perahu menuju. Akan tetapi, biasanya untuk menghantar para pelancong akan diarahkan pada pelabuhan yang dekat dengan Masjid Bersejarah yang sangat nampak saat kita akan turun dari perahu yang kita tumpangi. Agar anda tidak lelah saat mengunjungi tempat-tempat bersejarah di pulau ini telah tersedia becak motor (bentor) yang siap menghantarkan anda dari satu tempat ke tempat yang lain.
Berbagai peninggalan bersejarah akan kita jumpai di pulau ini, diantaranya Masjid Raya Sultan Riau yang terbuat dari putih telur dengan sekian banyak kubah. Masjid dengan warna kuning hijau ini masih Nampak megah dann kokoh meski dibangun di abad 18. Masjid ini awalnya dibangun oleh Sultan Mahmud pada tahun 1803, lalu pada masa pemerintahan Yang Dipertuan Muda VII Raja Abdurrahman, tahun 1832 masjid ini direnovasi dalam bentuk yang terlihat saat ini.
Bangunan utama masjid ini berukuran 18 x 20 meter yang ditopang oleh 4 buah tiang beton. Di keempat sudut bangunan, terdapat menara tempat Bilal mengumandangkan adzan. Pada bangunan Masjid Sultan Riau terdpat 13 kubah yang berbentuk seperti bawang. Jumlah keseluruhan menara dan kubah di Masjid Sultan Riau sebanyak 17 buah yang melambangkan jumlah rakaat salat wajib lima waktu sehari semalam.
Di sisi kiri dan kanan bagian depan masjid terpdat bangunan tambahan yang disebut dengan Rumah Sotoh (tempat pertemuan). Menurut sejarahnya, masjid ini dibangun dengan menggunakan campuran putih telur, kapur, pasir dan tanah liat.
Selain itu, anda juga bisa mengunjungi makam-makam para raja yang nisannya dibungkus dengan kain kuning emas. Menurut penunggu makam, kain warna emas merupakan warna kehormatan bagi kalangan keluarga raja. Ada juga makam pahlawan nasional Raja Ali Hajj yang dikenal sebagai pengarang Gurindam 12 yang melegenda itu. Melongok ke dalam kompleks makam ada makam Raja Hamidah (Engku Puteri) yang dihadiahi dalam bentuk Mas Kawin pulau ini oleh suaminya Sultan Mahmud Riau.
Jangan lupa kunjungi bangunan megah Rumah Adat khas Melayu. Yang menarik, di bawah kolong rumah adat tersebut terdapat sumur sedalam 2.5 M yang terdapat air tawar dan tidak pernah kering. Menurut penunggu sumur tersebut, air tawar yang steril dan dapat langung diminum. Menurutnya, airnya sudah diteliti oleh para ahli dan aman untuk diminum secara langsung.
Menurut guide kami yang mendampingi selama peliputan, pulau ini sudah dikenal lama oleh para pelaut sejak berabad-abad yang lalu sebagai tempat persinggahan untuk mengambil air tawar yang cukup banyak tersedia di pulau ini. Memang cukup ajaib, pulau yang ada di tengah-tengah air laut namun, sumber airnya tetap tawar.
Dari cerita rakyat setempat, nama ini berasal dari nama hewan sebangsa serangga yang mempunyai sengat. Menurut cerita tersebut, ada para pelaut yang melanggar pantang larang ketika mengambil air, maka mereka diserang oleh ratusan serangga berbisa. Binatang ini yang kemudian dipanggil penyenget dan pulau tersebut dipanggil dengan Pulau Penyengat. Sementara orang-orang Belanda menyebut pulau tersebut dengan nama Pulau Mars.
Dalam sejarahnya, pulau ini memiliki kedudukan yang penting dalam peristiwan jatuh bangunnya Imperium Melayu, yang sebelum terdiri dari wilayah Kesultanan Johor, Pahang, Sika, dan Lingga khususnya di bagian selatan dari Semenanjung Melayu. Peran penting tersebut berlangsung selama 120 tahun, sejak berdirinya Kerajaan Riau pada tahun 1722, sampai akhirnya diambil alih sepenuhnya oleh Belanda pada 1911.
Tentu masih ada kompleks Istana Kantor dan benteng pertahanan di Bukit Kursi. Benteng ini masih Nampak kokoh dengan berbagai bukti-bukti sejarah yang dapat dilihat dari bangunan tuanya. Selamat mencoba. (thobib-afief/bimasislam)