ICC Jakarta – Setiap orang yang mengkaji sejarah hidup Imam Husain dan Yazid serta keadaan ketika itu, kemudian menganalisa bagian ini dalam sejarah Islam, tidak akan ragu bahwa dalam keadaan-keadaan seperti itu tidak memberikan pilihan lain kepada Imam Husain melainkan harus dibunuh. Menyampaikan bai’at kepada Yazid berarti penghinaan terang-terangan terhadap Islam, sesuatu yang mustahil dilakukan oleh Imam. Yazid tidak hanya tidak menaruh hormat terhadap Islam tetapi juga membuat demonstrasi yang menginjak-injak hukum-hukum dan fondasi Islam.
Orang-orang di depannya, bahkan jika mereka menentang ajaran-ajaran agama, selalu melakukannya dengan sembunyi-sembunyi, dan sekurang-kurangya menaruh hormat terhadap Islam secara resmi.
Mereka menaruh rasa bangga sebagai sahabat-sahabat Nabi Saw dan agamawan yang diyakini oleh umat. Dari sini, dapat disimpulkan bahwa klaim beberapa mufassir tentang peristiwa ini yang menyoroti tentang dua saudara, Hasan dan Husain, memiliki dua metode perjuandan yang berbeda. Imam Hasan As cinta damai dan Imam Husain As cinta jalan perang. Imam Hasan As membuat perdamaian dengan Mu’awiyah meskipun dia memiliki lasykar yang berkekuatan empat puluh ribu anggota pasukan dan Imam Husain As mengangkat senjata melawan Yazid dengan lasykar berjumlah empat puluh orang. Karena kita melihat bahwa Imam Husain ini, yang menolak untuk memberikan bai’at kepada Yazid selama sehari, hidup selama sepuluh tahun di bawah kekuasaan Mu’awiyah, adalah sama dengan saudaranya yang juga menjalani masa sepuluh tahun di bawah kekuasaan Mu’awiyah tanpa melakukan perlawanan.
Harus dikatakan dengan benar bahwa jika Imam Hasan atau Imam Husain harus bertempur melawan Mu’awiyah mereka akan dibunuh tanpa sedikitpun manfaat bagi Islam. Kematian mereka tidak akan memiliki pengaruh di hadapan kebijakan saleh lahiriyah Mu’awiyah, seorang politisi yang berkompeten yang menekankan persahabatannya dengan Nabi Saw, “kâtibul wahy” (penulis wahyu) dan “khali al-Mu’minin” (paman orang-orang beriman) dan menggunakan setiap strategi yang mungkin seperti penyamaran religious untuk menjaga kekuasaannya. Terlebih, dengan kemampuannya menata skenario untuk mencapai kehendaknya mereka dapat membunuh keduanya melalui orang-orang suruhannya dan kemudian mengumumkan duka nasional pada pagi harinya dan menuntut balas atas darah mereka.[]