ICC Jakarta – Kepergian seorang istri bagi suaminya tentu membuat sang suami akan bersedih hati yang sangat mendalam, terlebih ketika sang istri dalam kehidupan bersamanya sangat menopang kesuksesan-kesuksesan suami dalam menjalankan amanah yang dipikulnya. Begitupun juga dengan Nabi Muhammad saw. Hal-hal yang membuat semakin sedih baginda Nabi dengan kepergian sang istri adalah ia bukan hanya sekedar istri bagi nabi. Ia juga mendukung segala perjuangan nabi baik dengan dukungan moralnya maupun dukungan harta yang ia miliki.
Bantuan harta kekayaan Khadijah sa menyebabkan Nabi saw relatif kaya dan berkecukupan. Allah Swt dalam menjelaskan nikmat-nikmat-Nya kepada Nabi Muhammad saw berfirman, “Dan Dia mendapatimu sebagai seorang yang kekurangan, lalu Dia memberikan kecukupan.”
Rasulullah Saw juga sering berkata, “Tidak ada harta yang memberikan keuntungan kepadaku, sebagaimana kekayaan Khadijah yang memberikan keuntungan kepadaku.”
Ia memiliki peran yang sangat menentukan dalam kemajuan Islam. Sulaiman Kitani berkeyakinan bahwa Khadijah sa telah memberikan kekayaannya kepada Muhammad saw, tapi tidak pernah memiliki perasaan telah memberikan hartanya. Bahkan ia merasa bahwa itu semua dari Muhammad saw. Ia mendapatkan petunjuk dan hidayah yang memiliki keunggulan dan bernilai melebihi seluruh kekayaan alam. Ia merasa telah memberikan hadiah kecintaan dan pertemanan kepada Muhammad saw, dimana sebagai gantinya ia mendapatkan seluruh dimensi kebahagiaan darinya.
Rasulullah saw menggunakan harta kekayaan Khadijah untuk menolong dan membantu orang-orang yang terbelit hutang serta menangani anak-anak yatim dan fakir miskin. Dalam peristiwa pengepungan di lembah Abu Thalib, kekayaan Khadijah digunakan untuk melindungi Bani Hasyim, yang dalam riwayat dikatakan, “Abu Thalib dan Khadijah telah menginfakkan seluruh harta kekayaan mereka untuk melindungi Islam dan orang-orang yang diboikot.”
Dalam peristiwa pemboikotan di lembah Abu Thalib, Hakim bin Hazam keponakan Khadijah sa, membawa unta-untanya serta membawa gandum dan kurma dengan unta-unta tersebut. Dengan penuh susah payah dan mara bahaya semua itu ia sampaikan kepada Bani Hasyim.
Keistimewaan yang mencolok dari wanita Hijaz ini, kedermawanan dan kebesaran jiwanya. Ia telah menghibahkan seluruh harta kekayaannya yang tak terkira kepada Muhammad saw supaya dipergunakan di jalan yang benar, menyelamatkan orang-orang tidak mampu, memberi makan orang-orang lapar, melindungi anak-anak yatim, dan demi memperjuangkan keadilan dan kebebasan. Begitu besar pemberian ini, hingga Allah Swt memuliakannya. Perbuatan agung Khadijah ini disetarakan dan dinilai sama dengan kenikmatan-kenikmatan dan pemberian-pemberian besar-Nya kepada hamba-Nya yang terpilih, Muhammad saw.
Nabi Muhammad saw selalu mengenang dan mengingat kedermawanan dan pengorbanan wanita mulia ini dengan penuh keagungan dan kebesaran.
Dalam keimananpun, Khadijah Sa menerima Islam dan iman atas kenabian Muhammad saw yang dipadukan dengan amalnya dan menjadi sebuah manifestasi hadis mulia menyebutkan bahwa iman adalah keyakinan hati yang diucapkan dengan lisan dan beramal dengan rukun-rukunnya.
Khadijah sa seorang penolong dan teman bagi Nabi saw. Ia memiliki peran yang tidak ada bandingnya dalam penyebaran Islam dan memajukan misi Nabi saw dengan menjadi orang pemula dalam memeluk Islam dan melindungi Nabi Muhammad saw dalam segala aspek dan menghibahkan seluruh kekayaannya di jalan Islam dan perlindungan terhadap orang-orang tertindas. Ia teladan yang tepat dalam kejujuran, keuletan, konsisten dalam target dan melindungi orang-orang tertindas. Ia sebuah bukti obyektif dalam infak dan pemberian di jalan kebenaran. Inilah keistimewaan-keistimewaan yang tampak dari sebuah kepribadian. Oleh karena itu, sangat pantas dan layak jika ia menyandang gelar “Thahirah” (suci), “Shiddiqah” (jujur), “Sayidatu Nisa Quraisy” (penghulu wanita Quraisy), “Khairun Nisa” (sebaik-baik wanita) dan “Ummul Mukminin” (ibu kaum mukminin).