ICC Jakarta – Tuhan, dalam mengutus para Nabi dan Rasul-Nya mengacu pada satu pandangan dunia universal yang agung, tujuan yang tinggi, dan faedah yang beragam untuk memekarkan benih ilmu dan amal manusia sehingga mereka bermikraj bertemu dengan Tuhan, yakni maqam yang paling tinggi bagi maujud mumkin. Pada kesempatan kali ini, kita akan melanjutkan tentang tujuan diutusnya para Nabi. Sebagian dari tujuan dan faedah kenabian di antaranya adalah:
- Menegakkan Keadilan
Tegaknya keadilan di tengah-tengah masyarakat merupakan cita ideal setiap insan yang mendambakan keselamatan dan kebahagiaan di dunia. Karena itu salah satu tujuan penting dari bi’tsah adalah untuk tegaknya keadilan dalam masyarakat manusia: “Sungguh, Kami telah mengutus rasul-rasul Kami dengan bukti-bukti yang nyata dan Kami turunkan bersama mereka Kitab dan Mizan (keadilan) agar manusia dapat berlaku adil”. (Q.S. al-Hadîd [57] : 25)
Maksud dari “Bukti-bukti nyata” adalah persepsi dan konsepsi akal yang sahih dan ilmiah dan juga mukjizat para nabi As serta karamah-karamah amali para wali Tuhan. Demikian pula maksud dari “Kitab” adalah makrifat, hukum dan undang-undang, akidah, akhlak, dan ilmu-ilmu lainnya. “Neraca” atau “Mizan” yang benar juga menyertai Kitab yang di bawa para nabi As, dan tidak satupun mizan yang lebih akurat daripada sirah, cara, dan metode amaliah maksum dari para nabi dan para imam As.
Oleh karena itu, masyarakat manusia dalam dimensi stimulus dan motif -sebagaimana dalam dimensi pemikiran- butuh kepada sirah dan sunah maksum dari insan kamil (manusia sempurna) sebagi pemilik rahasia-rahasia sifat malaikat, sehingga dapat mengaktualkan kesucian ilmu dan menurunkan perbendaharaan alam akal ke alam mitsal serta menjasadkan memori-memori itu ke dalam bentuk nyata.
- Menyelamatkan Manusia dari Kegelapan
Di antara tujuan bi’tsah kenabian lainnya adalah melepaskan dan menganggkat manusia dari jurang kegelapan menuju lembah cahaya, Tuhan berfirman: “…(Ini adalah) Kitab yang Kami turunkan kepadamu (Muhammad) agar engkau mengeluarkan manusia dari kegelapan kepada cahaya terang-benderang dengan izin Tuhan, (yaitu) menuju jalan Tuhan Yang Mahaperkasa, Maha Terpuji.” (Q.S. Ibrahim [14] : 1.)
Kejahilan ilmu dan amal, keduanya adalah kegelapan; orang jahil yang durjana dan orang alim yang fâjir, keduanya terperangkap timbunan kegelapan dan mengklaim diri mendapat petunjuk tanpa dalil ilmu dan bukti amal adalah bentuk keterselimutan dalam kegelapan yang tebal. Satu-satunya perahu keselamatan dan pelita hidayah adalah misykât kenabian, dimana ia akan memberangkatkan manusia dari istana ego menuju tempat kerja taklif dan kehambaan pada Tuhan dan menerangi hati-hati gelap serta menyusulkan orang-orang sesat kepada para penapak jalan cahaya.
- Menyembah Tuhan dan Menjauhi Thagut
Juga yang menjadi tujuan inti dan pokok bi’tsah kenabian adalah seruan dan ajakan kepada masyarakat untuk menyembah Tuhan Yang Tunggal dan menjauhi Tagut beserta menifestasi-manifestasinya, di dalam al-Qur’an kita membaca: “Dan sungguh, Kami telah mengutus seorang Rasul untuk setiap umat (untuk menyerukan), “Sembahlah Allah, dan jauhilah Tagut”, kemudian di antara mereka ada yang diberi petunjuk oleh Allah dan ada pula yang tetap dalam kesesatan. Maka berjalanlah kamu di bumi dan perhatikanlah bagaimana kesudahan orang yang mendustakan (rasul-rasul).” (Q.S. an-Nahl [16] : 36.)
Amirul Mukminin tentang ini berkata: Tuhan mengutus para nabi supaya hamba-hamba-Nya yang tidak mengetahui makrifat ketuhanan, mempelajarinya (dari para nabi), dan supaya mereka beriman kepada Tuhannya dan mengesakan-Nya, sesudah mereka ingkar dan ‘inad terhadap-Nya. (Bihâr al-Anwâr, Jld. 4, Hal. 287.)
Oleh karena itu, fokus asli dakwah para nabi As adalah menjaga tauhid fitri dan menolak segala bentuk penyekutuan Tuhan; sebagaimana dalam ungkapan “Tiada Tuhan selain Allah” maknanya tidak kembali kepada dua qadiyah (proposisi) negatif dan positif yang baru; sebab makna ungkapan tauhid ini adalah selain Tuhan Yang Mahaesa yang diterima secara rasional oleh pandangan dan diterima secara amal oleh perbuatan, semua yang lainnya adalah ternafikan. Jadi, pada hakikatnya makna menyembah Tuhan dan menjauhi thagut yakni segala bentuk penyembahan kepada yang lain selain penyembahan dan ibadah kepada Tuhan Yang Tunggal yang diterima akal teoritis dan akal praktis, adalah batil dan ternafikan.[]