ICC Jakarta – Suluk Maleman kembali digelar pada Sabtu (18/2) hingga Minggu (19/2) di rumah Adab Indonesia Mulia, Pati, Jawa Tengah. Pembahasan tentang kondisi bangsa Indonesia terkini, kembali menjadi topik pembicaraan yang hangat dari diskusi budaya yang turut dihadiri H Lily Chodidjah Wahid, adik dari KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur) ini.
Dalam awal diskusi Suluk Maleman yang bertema “Tubuh Yang Terkoyak, Bangsa Yang Terayak”, Lily Wahid langsung menyentil persoalan semakin memudarnya semangat mengaktualisasikan Pancasila dalam kehidupan sehari-hari. Padahal Pancasila menjadi dasar bagi bangsa Indonesia.
Politisi yang menjadi anggota DPR RI periode 2009-2014 itu juga menilai masyarakat sudah sepatutnya kritis dalam menjaga keutuhan bangsa ini dan jangan sampai mau diadu domba. Dengan adanya persatuan maka akan menjadi energi tersendiri untuk menguatkan bangsa.
“Kalau zaman Belanda dulu yang diadu antara kerajaan dengan kerajaan. Sekarang kita coba diadu antarkelompok. Mari kita kembali berkeadilan sosial,” tegasnya.
Dirinya juga mengajak agar negeri ini dapat berdaulat berdiri sendiri tidak menjadi bagian dari negara lain. Karena kedaulatan negeri tentu juga menjadi arti penting sebuah kemerdekaan.
“Sudah sepatutnya kita kembali ke undang-undang dasar 1945. Termasuk dalam menentukan sistem pemerintahan dengan musyawarah mufakat,” tambah Lily.
Terkait kondisi bangsa yang kian ruwet ini, pihaknya mengatakan seharusnya masyarakat dapat kritis dalam melihat siapa yang membuat negeri ini kacau. Selain itu juga berani bersikap dengan nalar yang benar dan hati yang jernih.
Sementara itu, Bambang Wiwoho seorang penulis dan wartawan senior yang juga ahli sejarah, menilai ada indikasi dalam mengobarkan perang dunia ketiga. Dirinya mewanti-wanti agar bangsa ini dapat lebih berhati-hati dalam perang kapitalisme global.
Dalam perang kapitalisme global itu sendiri diperkirakan akan ada tiga aspek yang menjadi target serangannya. Target pertama adalah melemahkan keuangan suatu bangsa. Setelah keuangannya melemah maka langkah selanjutnya perekonomiannya juga diserang sehingga mudah untuk diatur.
“Target ketiga adalah literatur. Ada upaya merusak kebudayaan dan unsur lokalitas lainnya. Sehingga nantinya nasionalisme akan rusak dan menghilang,” tambahnya.
Jika nasionalisme itu telah luntur maka aksi adu domba antaraliran dan kelompok akan sangat mudah dilakukan. Hal itulah yang justru dinilai lebih berbahaya. Padahal perang nonfisik seperti kebudayaan dan pola pikir itu sekarang sudah nyata terjadi dan meluas. Bahkan masuk ke kamar pribadi.
“Seperti halnya TV dan Handphone ketika kita tidak bijak menggunakannya. Tentu sangat membahayakan bahkan bisa menjadikan perang. Munculnya fenomena hoax menjadi salah satu bentuk nyatanya,” jelasnya.
Selain kebudayaan yang bebas lepas, kapitalisme global juga menggunakan bentuk serangan lainnya, seperti didengungkannya demokrasi yang individualis. Untuk melihat apakah demokrasi itu berjalan dengan baik atau tidak juga diakuinya bisa dinilai dari empat hal.
Dari empat hal itu diakuinya seperti penegakan hukum yang berjalan dengan baik dan menjunjung rasa keadilan. Selain itu bentuk kepartaian, perpolitikkan dan pemilunya juga harus ditata dengan baik.
“Kemudian bagaimana media massa dan masyarakat sipilnya. Ketika keempat elemen itu berjalan dengan baik maka demokrasinya baru bisa dikatakan baik. Harus keempatnya jangan ada yang tertinggal satu pun,” tambahnya.
Meski begitu Bambang Wiwoho mengatakan untuk bersikap di era kapitalisme global atau banyak disebut zaman edan ini bisa dilakukan dengan jalan hidup secara bersih. Bersih yang dimaksud tidak boleh sekedar fisik saja namun juga maknawi. Harus hidup secara bersih baik pikiran, perkataan maupun perlakuan fisiknya.
“Kita juga harus bisa hidup secara sederhana sesuai kebutuhan dan fungsinya kemudian mengabdi kepada kemaslahatan. Sedangkan bagi yang beragama Islam tentu harus ditambah dibuktikan iman dan amal soleh dalam kehidupan bermasyararakat dan bernegara untuk mencapai Islam rahmatan lil alamin,”imbuhnya.
Sementara itu, Anis Sholeh Baasyin menyebutkan setiap produk termasuk sistem pemerintahan yang dibuat manusia pasti ada plus minusnya.
“Sistem hanya sebagian saja yang lainnya bagian dari manusianya. Kalau bisa menciptakan manusia yang unggul tentu semua itu bisa tertutupi,” demikian ujarnya.
Begitu hangatnya diskusi itu membuat acara itu baru dirampungkan pada Minggu (19/2) sekitar pukul 02.30 kemarin. Pagelaran musik dari Sampak GusUran membuat dialog itu kian mencairkan situasi dialog yang dihadiri ratusan orang itu. Terlebih Anis Sholeh Baasyin sempat membacakan membacakan puisi terbarunya.
Sumber: Nu Online