ICC Jakarta – Bahwasanya Akademi Fikih Islam Internasional yang bernaung di bawah Organisasi Konferensi Islam (OKI) dalam konferensinya yang ke-17 di Amman, Kerajaan Yordania al-Hasyimiyah, pada 28 Jumadilawal hingga 2 Jumadilakhir 1427 H / 24 – 28 Juni 2006 M;
Setelah mengetahui pembahasan-pembahasan yang telah masuk ke akademi ini dengan tema “Islam dan Umat yang Satu Serta Berbagai Mazhab Akidah, Fikih dan Tarbiah”, dan setelah menyimak diskusi yang terjadi seputar tema ini dan keluarnya Deklarasi Konferensi Islam Internasional yang diselenggarakan pada tahun 1425 H / 2005 M dan yang telah menyerukan kajian dan konsistensi pada prinsip-prinsip yang terkandung dalam Risalah Amman dan juga menjadi landasan Forum Ulama dan Cendekiawan yang telah diselenggarakan di Mekkah al-Mukarramah sebagai persiapan untuk Pertemuan Puncak Luar Biasa ke-3 Organisasi Konferensi Islam (OKI);
Maka menetapkan hal-hal sebagai berikut;
Pertama: bahwasanya semua pembahasan yang telah dikemukakan mengenai tema ini telah sesuai dengan kaidah-kaidah dasar dan umum Islam serta menganggap mazhab-mazhab akidah, fikih dan tarbiah sebagai ijtihad-ijtihad para ulama Islam dengan maksud mempermudah pengamalan terhadapnya, dan semuanya mengarah kepada pembinaan persatuan umat dan penyajiannya sebagai warisan pemikiran sekaligus pelaksanaan terhadap risalah Islam yang kekal, dan pembahasan-pembahasan ini juga berkesesuaian dengan kajian-kajian yang terkandung dalam Risalah Amman yang berisikan penjelasan tentang hakikat Islam dan peranannya di tengah masyarakat kontemporer.
Kedua: Mendukung dan menekankan deklarasi yang telah dirilis dalam Konferensi Islam Internasional yang telah diselenggarakan di Amman, Kerajaan Yordania al-Hasyimiyah dengan tema “Hakikat Islam dan Peranannya di Tengah Masyarakat Kontemporer” karena adanya kesesuaian antara deklarasi itu dengan apa yang tercakup dalam kajian dan diskusi tentang tema tersebut. Dalam pembukaan deklarasi telah disebutkan fatwa-fatwa dan ketetapan-ketetapan yang dikeluarkan oleh dewan fatwa dan para ulama besar dari berbagai mazhab, dan ditegaskan pula dukungan terhadap ketetapan-ketetapan tersebut, yaitu:
1. Bahwa setiap orang yang mengikuti empat mazhab Ahlusunnah wal Jamaah (Hanafi, Maliki, Syafi’i dan Hambali) serta mazhab Ja`fari, mazhab Zaidi, mazhab Ibadhi, dan mazhab Zhahiri adalah muslim, tidak boleh dikafirkan, serta diharamkan darah, kehormatan dan hartanya. Demikian pula, sesuai fatwa Rektor al-Azhar, tidak boleh mengafirkan para penganut akidah Asy’ariah dan para pengamal tasawuf yang hakiki serta tidak boleh mengafirkan para penganut pemikiran Salafi yang sahih. Tidak boleh pula mengafirkan satupun kelompok lain di antara umat Islam yang beriman kepada Allah Swt dan Rasulullah saw dan percaya kepada rukun-rukun iman, menjunjung tinggi rukun-rukun Islam dan tidak mengingkari hal-hal yang pasti dalam agama.
2. Bahwa apa yang mempertemukan mazhab-mazhab Islam satu sama lain jauh lebih besar daripada apa yang diperselisihkan. Para penganut delapan mazhab tersebut sepakat dalam hal-hal yang prinsip dalam Islam. Mereka semua beriman kepada Allah Swt, Tuhan Yang Maha Esa, percaya bahwa al-Quran al-Karim adalah kalam Allah yang telah diturunkan, dan percaya bahwa junjungan kita Muhammad Saw adalah seorang nabi dan rasul untuk seluruh umat manusia. Mereka semua juga sepakat mengenai lima rukun Islam, yaitu dua kalimat syahadat, salat, zakat, puasa Ramadan, dan haji ke Baitullah. Mereka juga sepakat mengenai rukun-rukun iman, yaitu iman kepada Allah, para malaikat-Nya, kitab-kitab suci-Nya, para rasul-Nya, hari kiamat, dan kepada takdir baik dan buruk. Adapun perselisihan yang terjadi di antara para ulama pengikut mazhab-mazhab tersebut adalah perselisihan di bidang furu’, bukan ushul, dan ini adalah rahmat. Sejak dahulu kala sudah disebutkan bahwa perselisihan pendapat di antara para ulama adalah sesuatu yang baik.
3. Bahwa pengakuan terhadap mazhab-mazhab yang ada dalam Islam artinya ialah konsistensi pada metode tertentu dalam fatwa, sehingga siapa pun tidak boleh mengeluarkan fatwa tanpa keahlian dan kredibilitas tertentu sebagaimana telah ditetapkan oleh masing-masing mazhab; tidak boleh mengaku berijtihad dan membuat mazhab baru atau memberikan fatwa-fatwa yang tertolak dan mengeluarkan umat Islam dari kaidah-kaidah dan ketentuan-ketentuan syariat serta apa yang sudah ditetapkan oleh mazhab-mazhabnya.
4. Bahwa tema inti Risalah Amman yang telah dirilis pada Lailatul Qadar tahun 1425 H dan telah dibacakan di Masjid al-Hasyimiyyun ialah konsistensi pada mazhab-mazhab yang ada dengan metode masing-masing. Dengan demikian, pengakuan atas mazhab-mazhab itu dan penegasan atas pentingnya dialog dan pertemuan antarmereka adalah sesuatu yang menjamin adanya sikap yang seimbang, moderat, toleran, kasih sayang dan dialog satu sama lain.
5. Bahwa kami menyerukan penghapusan pertikaian antarumat Islam serta mengajak mereka kepada persatuan kalimat dan sikap mereka, kepada sikap saling hormat, kepada solidaritas antarbangsa dan negara mereka, kepada penguatan hubungan persaudaraan yang dapat menyatukan mereka dalam kecintaan di jalan Allah serta tidak membiarkan terbukanya celah bagi fitnah serta intervensi satu sama lain.
Allah Swt berfirman, Orang-orang beriman itu sesungguhnya bersaudara. Sebab itu damaikanlah (perbaikilah hubungan) antara kedua saudaramu itu dan takutlah terhadap Allah, supaya kamu mendapat rahmat (Q.S al-Hujurat [49]: 10)
6. Bahwa para peserta Konferensi Islam Internasional yang telah berkumpul di Amman, Yordania, yaitu di dekat Masjid al-Aqsha al-Mubarak dan tanah pendudukan Palestina, menegaskan keharusan mengerahkan segenap kemampuan untuk membela Masjid al-Aqsha yang merupakan kiblat pertama dan tempat suci ketiga setelah al-Haramain (Mekkah al-Mukarramah dan Madinah al-Munawwarah) di depan segala bahaya dan agresi. Pembelaan itu ialah dengan cara mengakhiri pendudukan dan membebaskan tempat-tempat suci. Mereka juga menegaskan keharusan melindungi tempat-tempat suci di Irak dan lain-lain.
7. Bahwa para peserta menegaskan keharusan memperdalam arti kebebasan dan penghormatan terhadap perbedaan pendapat di tengah dunia Islam. Segala puji bagi Allah Yang Maha Esa.
Ketiga: Mendukung ketetapan Forum No. 98 (11/1) menyangkut persatuan Islam dan rekomendasi yang disertakan didalamnya serta menyangkut aktivasi sarana-sarana yang disebutkan di dalamnya untuk mewujudkan persatuan Islam dan yang telah ditutup dengan permohonan kepada pimpinan Forum supaya membentuk komisi—yang terdiri dari para anggota dan pakarnya yang telah mendapat kepercayaan dari OKI untuk pembentukannya dan segala sesuatu yang terkait dengannya—untuk membuat kajian operasional yang implementatif serta mengadakan sarana untuk merealisasikan persatuan di bidang-bidang kebudayaan, sosial dan ekonomi.
Keempat: Menetapkan dan mengemukakan kaidah-kaidah umum untuk masalah-masalah yang telah disepakati, melokalisir serta meminimalkan perselisihan dan mengembalikannya kepada prinsip-prinsip syariat yang menjadi sandarannya, dan memaparkan mazhab-mazhab yang ada dengan penuh amanat dan tanpa sikap partisan dalam rangka menghormati semua komunitas masyarakat dan menghargai semua golongan. Dalam tarjih (pemilihan pendapat yang terkuat) narasumber hendaknya mengindahkan dalil yang terkuat dan paling relevan dengan tujuan-tujuan syariat tanpa harus mengedepankan mazhab yang dianut oleh narasumber atau mazhab yang dianut oleh mayoritas sebagian negara atau komunitas masyarakat.
Kelima: Mengajarkan kepada siswa dan mahasiswa fikih tentang persatuan Islam, kearifan di tengah perbedaan pendapat, dan dialog yang berguna, serta yang terpenting ialah dialog yang tidak disertai upaya menyudutkan pendapat-pendapat lain ketika memilih satu pendapat tertentu.
Keenam: Menghidupkan mazhab-mazhab tarbiah yang konsisten pada ketentuan-ketentuan kitab suci dan sunah dan memandangnya sebagai sarana untuk menetralisasi kecenderungan materialistis yang dominan di era kontemporer dan untuk memberikan perlindungan dari keberbanggaan dengan metode-metode suluk yang mengabaikan dasar-dasar Islam.
Ketujuh: Membangkitkan para ulama dari semua mazhab agar memberikan pencerahan dengan metode yang seimbang dan moderat melalui berbagai sarana operasional seperti pertemuan-pertemuan internal, seruan-seruan ilmiah dan profesional, serta seminar-seminar umum sambil memanfaatkan keberadaan lembaga-lembaga yang membidangi urusan pendekatan antarmazhab dengan tujuan meluruskan paradigma umat dalam memandang mazhab-mazhab akidah, fikih dan tarbiah. Hal itu perlu dilakukan mengingat semuanya merupakan variasi metode untuk menerapkan prinsip-prinsip dan hukum-hukum Islam serta mengingat bahwa perbedaan di antara mereka hanyalah perbedaan variasi dan tingkat kesempurnaan, bukan perbedaan yang kontradiktif, serta demi memasyarakatkan pengetahuan tentang mazhab-mazhab yang ada dengan segala karakteristik dan kelebihan masing-masing dan membangkitkan kepedulian kepada khazanah masing-masing.
Kedelapan: Menegaskan bahwa penghormatan terhadap mazhab-mazhab tidak menutup pintu bagi kritikan yang ditujukan untuk memperluas titik temu dan mempersempit perselisihan. Harus dibuka pintu dialog konstruktif antarmazhab Islam di bawah pancaran cahaya kitab Allah dan Sunah Rasulullah saw demi memperkuat persatuan umat Islam.
Kesembilan: Menegaskan keharusan membendung aliran-aliran pemikiran modern yang bertentangan dengan kitab suci dan sunah. Namun tetap tidak memperbolehkan tindakan berlebihan (ifrath dan tafrith) menerima setiap dakwaan meskipun memang mencurigakan. Karena itu harus ada tolok ukur untuk menjaga kepatutan (pihak yang didakwa) dalam menyandang status sebagai muslim.
Kesepuluh: Menegaskan bahwa mazhab-mazhab akidah, fikih dan tarbiah tidak bertanggung jawab atas tindakan-tindakan keliru berupa pembunuhan orang-orang tak berdosa serta penistaan kehormatan dan pelanggaran terhadap harta benda orang yang dilakukan atas nama mazhab-mazhab tersebut.
Rekomendasi:
1. Merekomendasikan penyelenggaraan seminar-seminar dan pertemuan-pertemuan yang bertujuan mengatasi faktor-faktor yang telah menyebabkan pluralitas mazhab berubah menjadi sentimen antarpenganut mazhab sehingga menimbulkan kekhawatiran berubahnya hal ini menjadi pemicu perpecahan umat. Hal ini harus dilakukan dengan melakukan atau menyerukan kajian ulang terhadap materi-materi atau dokumen-dokumen yang disalahpahami atau disalahterapkan, antara lain:
a. Masalah al-wala’ wa al-bara’ (kesetiaan sesama muslim dan pelepasan diri dari orang kafir).
b. Hadis “Golongan yang Selamat” dan kesimpulan-kesimpulan yang dihasilkannya.
c. Ketentuan-ketentuan untuk menilai kafir (takfir), fasik (tafsiq) dan bidah (tabdi’) tanpa sikap berlebihan.
d. Pemutusan hukum murtad dan syarat penerapan batasannya.
e. Masalah orang yang terbiasa berbuat dosa besar dan konsekuensi dari kebiasaan ini.
f. Masalah pengafiran terhadap orang yang tidak menerapkan syariat secara sempurna dalam segala keadaan.
2. Merekomendasikan kepada semua pemangku kepentingan di negara-negara Islam supaya menempuh langkah-langkah konkret untuk mencegah publikasi dan sirkulasi materi-materi yang cenderung mempertajam perselisihan atau menyebut sebagian umat Islam sebagai kafir atau sesat tanpa mengacu pada syariat yang disepakati oleh semua kalangan (muttafaq ‘alaihi).
3. Merekomendasikan kepada semua pemangku kepentingan supaya melanjutkan upaya menciptakan referensi komprehensif bagi syariat Islam dalam semua undang-undang dan praktik sebagaimana telah dijelaskan oleh Akademi Fikih Islam Internasional dalam resolusi dan rekomendasi pada periode-periode sebelumnya.