ICC Jakarta – Alkisah salah seorang sahabt Amirul mukminin Ali bin abi tholib yang bernama Al-Nakhil, selalu menyempatkan diri untuk sholat berjamaah di Masjid Kufah sebagai makmuum Ali bin abi tholib as. Al-Nakhil selalu datang mengikuti shalat Maghrib dan Isya.
Ia tinggal agak jauh dari Kufah. Ia datang setiap malam, karena rindu pada sang Imam. Tetapi begitu banyaknya orang yang punya keperluan tak memberinya kesempatan untuk bisa dekat dengan Ali bin abi tholib as. Ia mengira mungkin Imam Ali tak tahu siapa dirinya, tak tahu siapa namanya. Namun Sekadar hadir dan menatap wajah Ali bin abi tholib as sudah sangat membahagiakannya.
Satu hari, ia jatuh sakit. Selama beberapa hari, ia tidak datang sholat berjamaah masjid kuffah. Istrinya merawatnya dirumahnya yang berjarak jauh dari kota kuffah. Setelah hari ketiga, tiba-tiba muncul dalam dirinya kerinduan yang tak dapat dibendung. Keinginan yang tak dapat ditahan. Masih dalam keadaan sakit , ia meminta izin pada istrinya untuk berangkat ke masjid. “Engkau masih sakit,” cegah istrinya. Al-Nakhil menjawab “Semoga kepergianku ke masjid menyembuhkanku…”
Dengan badanya yang terhuyung ia mengayunkan langkahnya hingga tiba dimesjid, demi melihat wajah seorang sangat dicintainya. Sesampainya di masjid, ia bergabung bersama jamaah shalat. Wajahnya berseri ,betapa bahagia ia melihat pemimpin yang dicintainya hingga ia lupa akan rasa sakitnya
Usai Maghrib dan Isya, Ali as berpaling dan terdengar memanggil namanya, “Kemarilah al-Nakhil…” Hampir-hampir al-Nakhil tak percaya, dalam batin ia berkata, “ Imam Ali tahu namaku…dari mana? Akukah yang ia seru.”
“Kemarilah al-Nakhil” kali ini suara Amirul mukminin terdengar lebih berat.
Jelas ditujukan pada dirinya. Dalam kebingungan bercampur kebahagiaan, ia mendekat. Ia peluk tubuh Amirul Mu’minin dengan eraat dengan berderai air mata ia berkata “Aku sungguh merindukanmu, wahai pemimpinku.”
“Tidak,” Ali menjawab, “melainkan aku merindukanmu lebih dari dirimu.”
“Bagaimana mungkin ?” jawab Al-Nakhil dengan kebingungan. “Apakah engkau mengetahuiku?” Aku sakit, dan dalam sakitku aku merindukanmu, aku hanya ingin menatap wajahmu ”
Kemudian terdengar jawaban Amirul mukminin sambil tersenyum , “Kau merinduku karena aku merindukanmu. Kerinduanmu kepadaku karena kerinduanku kepadamu. Akulah yang memanggilmu, hingga kau merindukanku.” []