Acara dengan tajuk ‘’Asyura dalam Tradisi Islam Nusantara” berlangsung tadi malam (16/9) di gedung ICC Jakarta. Acara ini menghadirkan dua narasumber yaitu DR. K. Ng Agus Sunyoto dan Zuhairi Misrawi dan dimoderatori oleh Ahmad Hafidz al-Kaff.
Agus Sunyoto mengawali penjelasannya dengan mempersoalkan bahwa tidak mungkin di Indonesia yang namanya peringatan Muharam itu akan bisa segegap gempita peringatan tahun baru Masehi karena masyarakat Indonesia tahu bahwa bulan Muharam atau dalam tradisi bahasa Jawa bulan Muharam adalah bulan keprihatinan. Oleh itu pantang bagi masyarakat Jawa menikahkan dan mengkhitan anak pada bulan Muharam.
Pengurus Pusat Lembaga Seni Budaya Muslimin NU (PP Lesbumi NU) ini juga mencontohkan tradisi yang telah berkembang di Indonesia misalnya bahwa pada bulan Muharam di Jogja terdapat karnaval untuk mengelilingi keraton dan puasa bicara. Di tengah masyarakat yang lainnya setiap tanggal 8 bubur Asyura mereka membuat bubur suro dengan maksud untuk mengenang syahidnya Sayidina Husain di Karbala.
Lebih lanjut, Agus Sunyoto yang juga peneliti dan sejarawan ini menjelaskan jika ditelusuri lebih lanjut, Islam yang datang ke Indonesia tidak datang dari jazirah Arab namun dari Persia. Hal ini bisa dilihat dari penggunaan kosa kata Bahasa Jawa kuno berasal dari bahasa Persia. Kata-kata seperti nakhkoda, pahlawan dan lainnya berasal dari Bahasa Persia.
Dosen dan juga budayawan ini juga menjelaskan bahwa kidung yang dibawakan Pangeran Diponegoro berisi nama-nama Hasan dan Husain yang juga berfungsi sebagai mantra. Tentu kesenian-kesenian ini tidak akan mungkin bisa dihapus karena sudah menyatu dengan masyarakat.
Narasumber selanjutnya adalah Zuhairi Misrawi menjelaskan peranan pesantren dalam menjaga ideologi Wahabi. Kalau tidak ada pesantren, maka paham Wahabi akan berkembang dengan pesat di Indonesia. Tradisi-tradisi pesantren dekat dengan tradisi Syiah. Misalnya dipesantren diajarkan untuk mengirimkan al-Fatihah dan mengirimkan shalawat untuk Ahlul Bayt.
Di Madura terdapat ratusan nama-nama seperti Husain, Fatimah namun nama-nama seperti Muawiyah tidak ada. Secara historis NU tidak bisa dipisahkan dari tradisi syiah. Kalau mau jujur, ada upaya untuk menutupi kesalahan terang direktur Moderate Muslim Society.
Menurutnya jika sejarah yang benar tentang pembantaian cucunda Rasul harus dibongkar, maka akan ada konstruksi sejarah dan tidak semua pihak akan siap dengan peristiwa ini sehingga hingga saat ini ada upaya untuk menutupi kenyataan yang terjadi di Padang Karbala.
Sebagai langkah awal supaya budaya Asyura dikenal oleh masyarakat dan generasi milenial, maka Asyura harus menjadi memori kolektif bagi generasi milenial. Karena pada masa sekarang ini adalah masa media social, maka gunakan media sosial sebagai lahan untuk mengenalkan peristiwa Asyura atau juga untuk mengenalkan kata-kata atau kutipan-kutipan yang berasal dari Imam Husain as, harus ada hastag yang berkaitan dengan Asyura, misalnya hastag Imam Husain, Karbala atau Asyura dengan mengutip kata-kata bijak Imam Husain, terangnya.
Ia menjelaskan bahwa Syaikh Ahmad Tayyib berkata bahwa Sunni dan Syiah ibarat dua sayap, keduanya harus saling bekerja sama dan memiliki tanggung jawab bersama untuk mewujudkan agenda-agenda umat.
Dan sebagai kata penutup, ia berucap spirit yang harus diwarisi dari perjuangan agung Sayidina Husain adalah memperjuangkan kebenaran dan melawan kezaliman. [SZ]