ICC Jakarta – Dalam al-Quran dua wanita diabadikan sebagai teladan baik, dan bentuk keteladanannya ini bukan hanya teladan bagi kaum wanita, tapi teladan bagi seluruh umat manusia; dan dua wanita lain diabadikan sebagai contoh buruk bagi kaum perempuan. Al-Quran, ketika menerangkan tentang kemuliaan akhlak atau mengecam perilaku yang jauh dari akhlak-akhlak terpuji, maka al-Quran akan memuliakan atau mengecam keduanya, baik laki-laki maupun perempuan. Al-Quran membahas mengenai perempuan-perempuan teladan dan panutan. Siapa saja yang mampu menggapai kemuliaan yang paling tinggi dan paling banyak, dialah yang akan menjadi tauladan bagi semua golongan manusia, bukan saja teladan bagi laki-laki atau perempuan saja karena Allah memandang keduanya merupakan hamba-Nya.
Islam menempatkan perempuan dalam kedudukan yang tinggi sama dengan laki-laki. Dari sisi insaniyyah-nya perempuan dan laki-laki adalah sama, tidak ada penghalang dikarenakan perbedaannya dalam meraih kedudukan yang tinggi disisi Allah. Di dalam Islam kita telah mengenal Sayyidah Fatimah Azzahra (putri Rasulullah) yang membela dan mendampingi perjuangan Ayahnya, Sayyidah Maryam yang dengan kelembutannya menjaga sang kekasih Allah, Isa Almasih, pula Sayyidah Asiah (istri Firaun) yang dengan kesabarannya bisa terjaga dari pengaruh buruk Firaun dan lainnya. Pada kesempatan ini akan dibahas mengenai sisi-sisi teladan dan panutan dari seorang putri Nabi Muhammad Saw.
Melalui kelahiran Fatimah Az-Zahra, Islam ingin mengajarkan betapa istimewanya kedudukan perempuan dalam pandangan Islam. Bukan hanya sekedar slogan kalau Rasulullah SAW mengatakan bahwa sorga berada di bawah telapak kaki ibu. Juga bukan sekadar slogan kalau beliau menyatakan bahwa orang yang pertama kali harus kita berikan perbuatan baik adalah Ibu. Dalam berbagai ajaran Islam, perempuan mendapat penghormatan yang tidak pernah diberikan oleh seluruh agama lain di dunia ini. Itulah sebabnya, kelak setelah kelahirannya, pada saat anak perempuan dipandang rendah, Nabi mengangkat Fatimah. Ketika kehadiran anak wanita dianggap bencana, Nabi menyebut Fatimah sebagai “Al-Kautsar”(anugerah yang banyak). Dalam masyarakat jahiliyah yang bangga menguburkan anak perempuannya hidup-hidup, Nabi menegakkan hak-hak anak secara terbuka. Belum pernah pemimpin dunia memperlakukan anaknya seperti perlakuan Nabi kepada Fatimah. Hubungan batin di antara keduanya dicatat sejarah sebagai pelajaran abadi untuk umat manusia.
Dari bimbingan ayahandanya, terbentuk kepribadian dan keteladanan pada diri Fatimah. Ia mewarisi kepribadian Maryam binti Imran yang di dalam Al-Quran dilukiskan sebagai wanita suci. Waktunya dipenuhi dengan zikir dan ibadat. Fatimah juga mewarisi karakter ibunya sendiri. Khadijah binti Khuwailid. Dia hidup sederhana di samping suaminya. Ali bin Abi Thalib. Dia pernah kelaparan tiga hari tiga malam karena memberikan makanannya kepada anak yatim, orang miskin dan tawanan. Seperti Khadijah, Fatimah mempersembahkan apapun yang dimilikinya untuk Islam. Terakhir, Fatimah juga menghimpun akhlak Asiyah binti Mazahim. Hari-hari terakhir dalam kehidupannya dipenuhi perjuangan menegakkan keadilan. Kalau Asiyah menentang kezaliman suaminya, Fatimah berjuang menentang kezaliman yang dilakukan lawan suaminya. Dia pernah berpidato di hadapan para sahabat Nabi SAW menuntut tanah fadak pemberian Rasulullah, bukan karena rakus harta, tetapi karena memperjuangkan haknya. Di rumahnya, pernah berkumpul pihak oposisi bukan karena dia punya ambisi politik, tetapi karena dia tidak dapat berkompromi dengan pelanggaran kebenaran. Tampaknya, pada Fatimahlah seharusnya wanita Muslimah mendefinisikan dirinya.
Berkaitan dengan kepribadian yang tinggi Sayyidah Fatimah Zahra As, Nabi bersabda: “Barangsiapa membuatnya senang, telah membuatku senang.” Atau “Hai Fatimah! Sesungguhnya jika engkau murka kepada seseorang, maka Allah pun akan murka kepadanya” menunjukkan bagaimana keutamaan Sayyidah Fathimah Az-Zahra sekaligus pula menunjukkan kedalaman hubungan antara Rasulullah SAW dengan Fathimah yang sangat signifikan dalam menjalankan peranan wanita utama Islam ini dalam memberi dukungan-dukungan dalam gerakan-gerakan Rasulullah SAW, serta memberikan peranan yang sangat urgen dalam membantu misi Rasulullah SAW. Pada peristiwa perang Uhud, beliau turut menghadiri peperangan tersebut bersama wanita-wanita yang lain. Fatimah membersihkan dan mengobati luka-luka Nabi Saw. Beliau pun turut hadir dalam perang Khandaq dan Mu’tah. Fathimah Sa juga ikut hadir secara aktif pada peristiwa pembebasan kota Makkah.
Tak diragukan lagi bahwa Sayidah Zahra adalah teladan bagi semua manusia dalam sepanjang masa. Ia adalah perempuan yang paling terkenal, memiliki aura keindahan pribadi, iman, memiliki kedudukan keilmuan, fasih, memiliki kedudukan spiritual yang tinggi. Daya tarik Sayyidah Zahra memiliki sisi yang sangat luas yang telah mulai semenjak beliau lahir kedunia hingga abadi. Samudra keutamaan Sayyidah Zahra dapat diketahui bahwa asyraf makhluk yaitu makhluk yang paling mulia yaitu Nabi Muhammad Saw, menjelaskan keutamaan-keutamaan beliau dalam berbagai kesempatan. Selanjutnya kami akan menguraikan sebagian contoh dari suri tauladan beliau dari beberapa ayat al-Quran:
Teladan Menghormati Ayah
لَا تَجعَلُوا دَعَاءُ الرَّسولِ بَینکُم کَدُعَاءِ بَعضُکُم بَعضاً
“Janganlah kamu jadikan panggilan Rasulullah di antara kamu seperti panggilan sebagian kamu kepada sebagian yang lain. (Qs Nur: 63)
Menurut sebagian mufassir, yang dimaksud dengan “da’a urrasul” adalah memanggil nama Nabi dengan panggilan yang dipakai oleh masyarakat kebanyakan. Memanggil Rasul harus dengan seruan-seruan yang menunjukkan panggilan yang menghormati misalnya dengan panggilan-panggilan Ya Rasulullah, bukan panggilan seperti Ibnu Abdullah atau Ya Muhammad. Sayyidah Fatimah pun memanggil ayahandanya dengan sebutan Ya Rasulullah.
Teladan Mendidik Anak
Mendidik anak untuk mencintai Allah Swt adalah prinsip utama dan sangat penting yang sangat diperhatikan oleh sayyidah Zahra dalam mendidik putra-putrinya. Fitrah anak-anak adalah mengenal Allah Swt. Allah Swt berfirman:
فِطْرَتَ اللَّهِ الَّتِی فَطَرَ النَّاسَ عَلَیْهَا
“Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama (Allah), sebagai fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu.” (Qs Rum 31)
Latihan semangat ibadah anak-anak pada putra putri beliau sangat menjadi perhatian utama.
Allah meletakkan fitrah untuk menyembah ke-Esaan-Nya. Namun menumbuhkan fitrah itu menjadi tanggung jawab orang tua. Sayidah Fatimah Zahra menumbuhkkan kepercayaan keagamaan dan kehambaan kepada putra putri beliau. Ketakwaan putra putri beliau sangat terkenal dalam sejarah sedemikian sehingga ketika Imam Husain As dalam akhir-akhir kehidupan melakukan salat dibawah hujan anak panah dan pedang adalah sekelumit contoh dari semangat-semangat keibadahan yang ditanamkan sang bundanya.
Ibadah-ibadah yang dilakukan oleh Sayidah Zahra pada masa beliau masih muda, menjadi pelajaran yang berharga bagi para abid. Hasan Basri berkata: Laporan-laporan mengenai ibadah-ibadah yang dilakukan oleh Sayidah Zahra dengan yang aku saksikan sendiri atau aku dengar sangat berbeda.
Demikian juga, Sayidah Zahra sangat berlaku adil kepada putra-putranya. Al-Quran menjelaskan
«اِعْدِلُوا هُوَ أقْرَبُ لِلتّقْوی»
“Berlaku adillah karena adil itu mendekati takwa. (QS Al-Maidah: 8)
Memelihara sendi-sendi keadilan dalam kehidupan keluarga sangat mendapat perhatian. Memperlakukan anak-anak dengan adil juga merupakan sendi-sendi tarbiyah Islam.
Memelihara sendi-sendi keadilan antara anak-anak akan menyebabkan anak-anak mempercayai orang tua dan hal ini merupakan faktor-faktor penting dalam tarbiyah. Orang tua bisa menerapkan prinsip-prinsip keadilan seperti: pemenuhan kebutuhan-kebutuhan materi anak-anak, pemberian hadiah, membelikan sesuatu dan lainnya.
Teladan bersedekah
Alquran mengatakan:
« لَن تَنالُوا ابِّرَ حَتَی تُنفِقوا مِمَّا تُحِبُون»
“Kamu sekali-kali tidak akan menggapai kebaikan (yang sempurna) sebelum kamu menginfakkan sebagian harta yang kamu cintai.” (Qs Ali Imran: 92)
Dalam riwayat kita membaca bahwa sayidah Zahra memberikan baju pengantin pada malam pengantin kepada seorang miskin yang membutuhkan. Hari berikutnya ketika Nabi Muhammad Saw mendapati putrinya mengenakan baju lamanya, sayidah Zahra menjawab: Aku telah memberikan baju itu dan aku belajar darimu untuk melakukan ini.
Teladan Itsar
وَ يُطْعِمُونَ الطَّعَامَ عَلىَ حُبِّهِ مِسْكِينًا وَ يَتِيمًا وَ أَسِيرًا. إِنَّما نُطْعِمُكُمْ لِوَجْهِ اللَّهِ لا نُرِيدُ مِنْكُمْ جَزاءً وَ لا شُكُوراً
“(Mereka hanya berkata), “Sesungguhnya Kami memberi makanan kepadamu hanyalah untuk mengharapkan keridaan Allah, kami tidak menghendaki balasan dan tidak pula (ucapan) terima kasih darimu.” (Qs Al-Insan 8 dan 9)
Ibnu Abbas, seorang sahabat dan sekaligus mufasir di zaman Rasulullah Saw mengatakan sebab turunnya ayat ini adalah itsar Sayidah Zahra dan Imam Ali As selama tiga hari puasanya dimana pada hari pertama mereka memberi iftar mereka kepada anak-anak, pada hari ke dua kepada seorang yatim dan pada hari ketiga memberikan iftar mereka kepada seorang tawanan.
Jelaslah dalam berbagai ayat-ayat al-Quran kepribadian Sayyidah Zahra Sa sangat tinggi, semoga kita semua bisa memetik pelajaran mulia ini dan menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari dan meneladani sepak terjang beliau sebagai panutan dan sosok penghulu kaum perempuan sepanjang masa. [SZ]